REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Polemik transaksi mencurigakan atau biasa disebut suspicious transaction report sebesar 349 Triliun yang menjadi temuan PPATK di Kementerian Keuangan RI yang menimbulkan kegaduhan dan polemic antara Menkopolhukam, Menteri Keuangan dan PPATK dan DPR RI Komisi III mendapat respons dari berbagai pihak.
Pakar Hukum Universitas Universitas Padjadjaran (UNPAD), Prof Romli Atmasasmita turut menyoroti polemik ini. Salah satu yang diduga masuk dalam pusaran transaski mencuriganan yaitu Rafael Alun Trisambodo yang kini telah di tetapkan tersangka oleh KPK atas dugaan penerimaan gratifikasi.
Prof Romli menjelaskan dalam UU aquo telah diatur gratifikasi pada Pasal 12B dan 12 C, suap aktif Pasal 5 dan Suap Pasif, Pasal 11, serta Pemerasan dalam Jabatan pada Pasal 12 huruf e yang telah diakomodasi juga di dalam Pasal 36A UU mengenai Tata Cara Perpajakan.
Suap Aktif dalam Pasal 5 (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta setiap orang yang: a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
“Sedangkan Suap Pasif di dalam ketentuan Pasal 11, Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya,” jelas Prof Romli melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (4/3/2023).
Menurut Prof Romli, Pasal 12 Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun. DI sisi lain, gratifikasi dalam Pasal 12B adalah Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp 10 juta pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Baca juga: Pujian Rakyat Negara Arab untuk Indonesia Terkait Piala Dunia U-20, Terhormat!
Lebih lanjut Prof Romli menjelaskan, gratifikasi merupakan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling lama jika dalam Pasal 12 C (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ayat (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.