REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei Indikator Politik Indonesia masih menempatkan nama Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil sebagai cawapres dengan elektabilitas tertinggi dengan 22 persen. Namun jika dibandingkan dengan periode November (25,2 persen) tahun lalu, nama Ridwan Kamil terus mengalami trend penurunan yang signifikan. Eletabilitas Kang Emil disusul beberapa calon lain yang terus bergerak naik seperti Erick Thohir, Sandiaga Salahuddin Uno dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Dekan Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Brawijaya, Andy Fefta Wijaya, menilai nama Kang Emil terdongkrak ketika putranya, Eril, meninggal dunia di Swiss. Namun setelah itu Kang Emil terus mengalami penurunan.
“Isu pemecatan guru kemarin saya perkirakan juga akan memberikan dampak negatif bagi elektabilitas Kang Emil. Publik melihat pemecatan tersebut sebagai bentuk Kang Emil sebagai sosok semi otoriter. Saya melihat implikasi pemecatan guru kemarin tak bagus bagi Kang Emil di kemudian hari," kata Andy dalam keterangannya, Senin (27/3/2023).
Cawapres yang namanya naik sangat signifikan berdasarkan Survei Indikator Politik Indonesia adalah Erick Thohir. Jika di November lalu hanya 12,9 persen, kini elektabilitas Menteri BUMN ini sudah mencapai 17,6 persen. Andy menganalisa, kenaikan elektabilitas karena Erick berhasil menjadi ketua pelaksana Harlah NU dan ketua PSSI.
Keberhasilan tersebut memberikan dampak yang signifikan bagi elektabilitas Erick di mata publik. Sebab ketika Erick menjadi ketua pelaksana Harlah NU dan ketua PSSI, media banyak meliput kegiatannya. “Kalau untuk kinerja beliau di BUMN, memang ada yang menilai berhasil dan ada yang menilai sebaliknya," ucap Andy.
Selain itu, kata Andy, yang mengerti mengenai kinerja positif Erick di BUMN adalah kalangan menegah atas dan pebisnis. Sedangkan yang disurvei Indikator adalah semua lapisan masyarakat.
"Saya yaki elektabilitas Erick akan terus naik. Pemimpin nasional berhasil muncul karena prestasi menyelesaikan tugas besar. Ketika berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, maka kepemimpinan Erick teruji dan bisa menjadi pemimpin nasional berikutnya,” kata Andy.
Sementara itu untuk capres versi Indikator Politik Indonesia sudah mengkristal di tiga calon yaitu Ganjar Pranowo (36,8 persen), Prabowo Subianto (27 persen) dan Anies Baswedan (26,8 persen). Dari tiga kandidat tersebut nama Ganjar konsisten menguat, Prabowo mengalami peningkatan yang signifikan sejak Februari (18,2 persen).
Penurunan yang signifikan dialami Anies sejak Desember 2022 (23,7 persen). Menurut Andy turunnya elektabilitas Anies disebabkan banyaknya serangan negatif kepadanya sejak dideklarasikan menjadi capres oleh Koalisi Perubahan.
Beberapa opini negatif tersebut diantaranya Anies yang sudah mencuri start kampanye pilpres. Padahal KPU belum resmi membuka pencalonan bakal capres cawapres. Andi menilai wajar lawan politiknya menyerang Anies. Sebab safari politik yang dilakukan Anies membawa pesan sebagai capres.
“Jika dikemas sebagai sosok pribadi dan ingin silaturahmi dengan berbagai komponen masyarakat di berbagai daerah, itu sah saja. Namun kenyataannya Anies melakukan safari politik untuk memperkenalkan sebagai cawapres. Tentu ini dijadikan senjata bagi lawan politiknya,” ucap Andy.
Selain itu stigma politik identitas yang masih kental melekat juga memberi dampak negatif kepada Anies. Andy menilai sulit melepaskan stigma politik identitas dari Anies. Sebab ketika Anies naik menjadi Gubernur DKI Jakarta, tim suksesnya mempergunakan isu politik identitas.
“Mungkin secara pribadi beliau tidak melakukan politik identitas. Namun secara politik stigma beliau tak bisa dihapus. Meski ia sudah berusaha sekuat tenaga untuk menghapus stigma politik identitas. Di politik sah saja jika lawannya menggunakan isu politik identitas untuk menurunkan elektabilitasnya,” kata Andy.
Sementara isu penolakan timnas Israel yang akan bertanding di Indonesia yang dilakukan Ganjar menurut Andy, berpotensi mempengaruhi elektabilitasnya. Jika basis pemilihnya adalah nasionalis, maka menentang timnas Israel ini akan memberikan dampak negatif ke Ganjar. Namun di satu sisi maneuver yang dilakukan Ganjar ini akan berpotensi mendapatkan suara dari kalangan agamis.
“Kelihatan sekali isu penolakan timnas Israel ini bertujuan politis. Mungkin isu penolakan timnas Israel ini akan dijadikan sarana untuk mendapatkan suara calon pemilih agamis. Saya memperkirakan pernyataan Ganjar tersebut sudah memperhitungkan pro dan kontranya,” ucap Andy.