Namun begitu kata Syarief menjelaskan, proses menuju ke persidangan terhadap AG, pun tetap mengacu pada UU SPPA. Dalam istilah penahanan, AG ditempatkan di tempat khusus di LPKS selama lima hari dan dapat diperpanjang tujuh hari. Penempatan khusus tersebut berbeda dengan penahanan dalam pidana umum biasanya yang mengharuskan tersangka ataupun terdakwa ditahan di rumah tahanan (rutan).
“Dalam lima hari tersebut, jaksa akan segera menyempurnakan surat dakwaan untuk selanjutnya dilimpahkan ke pengadilan,” ujar Syarief.
Dalam hal lainnya, kata Syarief, persidangan terhadap AG pun akan berbeda dengan peradilan umum seperti biasanya. Kata Syarief, jaksa yang akan menangani perkara AG di persidangan, adalah para penuntut umum dengan kualifikasi khusus perkara anak-anak.
Menurut Syarief kejaksaan akan menurunkan tujuh jaksa penuntut khusus anak-anak. AG sebagai anak yang berkonflik dengan hukum, di pengadilan pun akan menjalani persidangan yang tertutup. “Kalau untuk anak-anak khusus sidangnya tertutup. Jaksa dan majelis persidangan juga tidak menggunakan atribut-atribut,” tutur Syarief.
Adapun soal ancaman pidana terhadap AG, statusnya sebagai anak berkonflik dengan hukum pun akan berbeda dari tersangka atau terdakwa pada umum. Sebagai anak yang berkonflik dengan hukum, AG hanya akan mendapatkan tuntutan separuh dari ancaman hukuman maksimal atas sangkaan normal para terdakwa umum.
Artinya jika terhadap terdakwa lain dalam kasus ini terancam antara 12 sampai 15 tahun penjara, terhadap AG, ancaman pidananya berkisar 6 tahunan penjara. “Jadi karena yang bersangkutan (AG) adalah anak yang berkonflik dengan hukum, semuanya itu dilakukan setengah dari yang umum,” ujar Syarief.