Rabu 15 Mar 2023 01:47 WIB

Jubir Sebut BPJS Kesehatan tidak Berada di Bawah Kemenkes di RUU Kesehatan

Pihak BPJS Kesehatan menginginkan tetap langsung di bawah presiden.

Rep: Zainur Mashir Ramadhan/ Red: Andri Saubani
Warga memperlihatkan kartu Indonesia sehat dari BPJS untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Irwansyah Putra
Warga memperlihatkan kartu Indonesia sehat dari BPJS untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril mengatakan, dalam RUU Kesehatan yang baru, BPJS Kesehatan masih sebagai badan hukum publik. BPJS, lanjut dia, masih akan bertanggung jawab kepada Presiden, namun melalui menteri kesehatan.

“Jadi BPJS tidak berada di dalam struktur Kemenkes,” kata Syahril kepada awak media di Jakarta, Selasa (14/3/2023).

Baca Juga

Dia menjelaskan, hal itu, tercantum dalam RUU Kesehatan Pasal 425 Bab XIII. Karena itu, menanggapi berbagai protes oleh banyak pihak terkait keberadaan BPJS Kesehatan di bawah Menteri Kesehatan, dia membantahnya.

“Sebagai koordinator wakil pemerintah dalam pembahasan RUU itu, kami membantah isu tersebut,” kata dia.

Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron mengatakan, pihaknya menginginkan agar BPJS Kesehatan tetap berada langsung di bawah Presiden. Pasalnya, BPJS Kesehatan disebut dia membutuhkan independensi.

“Tapi kita juga koordinasi dengan Kementerian Kesehatan karena kita bersama-sama,” kata Ghufron.

Dia mengatakan, komunikasi dengan Kemenkes sejauh ini juga berjalan dengan baik. Ihwal ada perbaikan lebih lanjut dengan adanya RUU Kesehatan, dia tak menjawabnya. Menurut Ghufron, independensi BPJS Kesehatan akan berkurang jika berada di lingkup Kemenkes.

“Menjadi berkurang, artinya regulator dan operator otomatis,” ucap dia.

Terpisah, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, dengan adanya kemungkinan RUU Kesehatan disahkan, akan mempersulit posisi dari BPJS Kesehatan. Menurutnya, BPJS Kesehatan yang akan berada di bawah Kementerian Kesehatan, terkesan hanya mengikuti arahan ihwal memberi pandangan sejajar dengan dewan pengawas atau kementerian terkait.

“Target 273 juta partisipasi masyarakat nggak bisa BPJS sendiri. Kalau BPJS Kesehatan punya bargaining lemah, tidak akan tercapai 273 juta,” kata Timboel.

Dia menambahkan, menarik partisipasi lebih dari masyarakat memang memerlukan kerja sama dengan lembaga dan institusi lain di samping BPJS Kesehatan. Menurut dia, posisi BPJS harus dibantu dengan independensi langsung ke presiden.

“RUU ini harusnya memperkuat atau memperbaiki sistem jaminan sosial saat ini, bukan berarti dicaplok,” kata dia.

Timboel menjelaskan, memang ada relevansi penggabungan sesuai aturan yang ada, termasuk bagi pelayanan kesehatan dalam transformasinya. Namun demikian, dia meminta tidak ada tumpang tindih institusi yang membawahi BPJS karena dikhawatirkan adanya konflik kepentingan.

“Kita harapkan DPR terbuka. RUU memang harus terbuka, naskah akademik harus bisa dibaca. Jangan tau-tau jadi UU,” katanya.

 

photo
Layanan publik yang wajib menyertakan kartu BPJS Kesehatan. - (Tim Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement