REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, pada Rabu (1/3/2023). Pemanggilan ini untuk mengklarifikasi soal laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) milik ayah dari Mario Dandy Satrio.
"Rabu yang bersangkutan (Rafael Alun Trisambodo) rencananya diundang klarifikasi," kata Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, Senin (27/2/2023).
KPK akan meminta penjelasan Rafael mengenai asal-usul aset miliknya yang tercatat dalam LHKPN 2022 mencapai Rp56 miliar. Harta kekayannya menjadi sorotan publik seusai sang anak, Mario Dandy Satrio, menjadi tersangka kasus penganiayaan terhadap David, putra Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Jonathan Latumahina.
Kekayaan Rafael dinilai fantastis dengan menjabat sebagai pejabat pajak eselon III di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu. Sebab, total kekayaannya hanya selisih sedikit dengan LHKPN milik Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, yang mencapai Rp 58 miliar.
Menkeu Sri Mulyani pun telah mencopot Rafael dari jabatannya sebagai kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan II. Rafael juga sudah mengundurkan diri sebagai aparatur sipil negara (ASN) dari kementerian tersebut.
Sebelumnya, rencana pemanggilan terhadap Rafael ini telah disampaikan oleh Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri. Pemanggilan ini untuk mengklarifikasi LHKPN milik Rafael yang mencapai Rp 56 miliar.
"KPK akan segera melakukan pemanggilan kepada yang bersangkutan, untuk klarifikasi LHKPN yang telah dilaporkan dengan faktual harta yang dimilikinya," kata Ali kepada wartawan, Jumat (24/2/2023).
Ali menjelaskan, pemanggilan ini sebagai bentuk upaya KPK untuk memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara. Sebab, LHKPN juga merupakan bentuk pencegahan korupsi.
"LHKPN merupakan bentuk pertanggungjawaban dan transparansi seorang penyelenggara negara atas harta yang dimilikinya, yang notabene bersumber dari anggaran negara," kata Ali menegaskan.
"Atas LHKPN tersebut, publik bisa melihatnya sebagai bentuk pengawasan," ujar dia menjelaskan.