Ahad 19 Feb 2023 15:42 WIB

Modus Main Video Game, Guru di Minahasa Selatan Cabuli 19 Siswa Laki-Laki

KPPPA sebut guru Minahasa Selatan mencabuli 19 siswa pria dengan modus main game.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Kekerasan seksual terhadap anak (ilustrasi). KPPPA sebut guru Minahasa Selatan mencabuli 19 siswa pria dengan modus main game.
Foto: Republika/Mardiah
Kekerasan seksual terhadap anak (ilustrasi). KPPPA sebut guru Minahasa Selatan mencabuli 19 siswa pria dengan modus main game.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mengecam keras kasus pencabulan yang dilakukan guru kepada 19 pelajar laki-laki di Minahasa Selatan. KemenPPPA berkomitmen memantau kasus tersebut. 

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KPPPA, Nahar menegaskan, tidak akan menoleransi segala bentuk kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan. Sebab, lembaga pendidikan seharusnya menjadi tempat aman bagi anak mengenyam pendidikan dan menjadi lokasi pengasuhan alternatif.

Baca Juga

"KPPPA mengecam segala bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab di satuan pendidikan," kata Nahar dalam keterangannya, Ahad (18/2). 

Nahar menyebut kasus pencabulan ini menimbulkan trauma mendalam, sekaligus menyakiti perasaan keluarga korban. Sehingga KPPPA memerintahkan Dinas PPPA Kabupaten Minahasa Selatan memperhatikan korban. 

"Kami akan memastikan perlindungan, pemenuhan hak dan keadilan bagi korban terpenuhi, serta memberikan efek jera bagi pelaku melalui sanksi hukum yang tegas," ujar Nahar.

Nahar mengungkapkan, kasus pencabulan oleh guru di Minahasa Selatan dilakukan di sekolah dan di rumah pelaku. Modusnya menahan korban saat pulang sekolah dan mengajak korban bermain video game. Pelaku lalu melakukan pelecehan kepada tiga orang korban dan menyodomi mereka. 

"Selain itu, pelaku mengancam korban tidak akan memberikan nilai bagus jika korban tidak mengikuti kemauannya," ujar Nahar. 

Nahar menyebut beberapa anak mengaku mendapat perlakuan tidak pantas lebih dari sekali hingga lima kali. Namun, saat ini korban sudah dapat bersekolah dan beraktivitas seperti biasa dengan tetap mendapat pendampingan dari Dinas PPPA setempat.

"Kami melakukan pendampingan psikis bagi korban sesuai dengan kebutuhan," ucap Nahar.

Jika terbukti melakukan tindak kekerasan seksual, khususnya pencabulan terhadap anak, maka sesuai dengan Pasal 82 Ayat (1), (2), dan (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pelakunya dapat dikenai sanksi pidana maksimal 15 tahun penjara, dan dapat diperberat 1/3 dari ancaman pidananya karena terduga pelaku adalah seorang pendidik, dan korbannya lebih dari satu orang. 

"KPPPA mendorong proses hukum bagi pelaku berlanjut agar kasus tersebut tidak lagi terulang dan korban serta keluarganya mendapatkan keadilan," ucap Nahar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement