Rabu 15 Feb 2023 21:22 WIB

UU Mahkamah Konstitusi Baru Disahkan pada 2020, DPR Kembali Usulkan Revisi

Ada empat materi yang akan diubah DPR dalam revisi terbaru UU MK.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). DPR kembali mengusulkan revisi UU MK. (ilustrasi)
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). DPR kembali mengusulkan revisi UU MK. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang sudah dilakukan perubahan sebanyak tiga kali. Revisi terakhir terjadi pada 2020 dan sudah disahkan menjadi undang-undang oleh DPR pada Selasa (1/9/2020).

Anggota Komisi III DPR Habiburokhman mewakili komisi hukum tersebut menjelaskan, ada empat materi yang akan diubah pihaknya dalam revsisi UU MK. Pertama adalah persyaratan batas usia minimal hakim konstitusi.

Baca Juga

"(Dua) evaluasi hakim konstitusi. Tiga, unsur keanggotaan majelis kehormatan Mahkamah Konstitusi. Empat, penghapusan ketentuan peralihan mengenai masa jabatan ketua dan wakil ketua Mahkamah Konstitusi," ujar Habiburokhman dalam rapat kerja dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Rabu (15/2/2023).

Dalam perkembangannya, beberapa ketentuan UU MK diubah sebanyak tiga kali. Usulan terbaru Komisi III akan menjadi revisi keempat, karena UU MK saat ini dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan.

"RUU ini merupakan perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK, perubahan undang-undang ini dilatarbelakangi karena terdapat beberapa ketentuan yang dibatalkan Putusan MK Nomor 96/PUU-XVII/2020 dan Putusan MK Nomor 56/PUU-XX/2022," ujar Habiburokhman.

"Serta menyesuaikan dengan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan," sambung politikus Partai Gerindra itu.

Sebelumnya, Ketua Panitia Kerja (Panja) revisi UU MK pada 2020, Adies Kadir mengatakan secara umum terdapat lima substansi dalam revisi UU MK yang saat ini dibahas oleh DPR dan pemerintah. Pertama, terkait kedudukan, susunan, dan kewenangan MK. Kedua, pengangkatan dan pemberhentian hakim MK dan perubahan masa jabatan ketua dan wakil ketua MK.

Ketiga, lanjut politikus Partai Golkar itu, perubahan usia minimal, syarat, dan tata cara seleksi hakim MK. Keempat, penambahan ketentuan baru mengenai unsur majelis kehormatan MK. Terakhir, tentang pengaturan peraturan peralihan.

Ketua Komisi III saat itu, Herman Herry berharap dengan disahkannya RUU MK ini, proses rekrutmen hakim Mahkamah Konstitusi dilakukan secara transparan dan akuntabel.

"Melalui RUU ini harapannya dapat memperkuat posisi Mahkamah Konstitusi sebagai Pengawal Konstitusi, khususnya dalam menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman yang merdeka, mempunyai peranan penting guna menegakkan keadilan dan prinsip negara hukum sesuai kewenangan dan kewajibannya," kata dia, Senin.

Menurut Herman, DPR bersama pemerintah menyetujui agar proses rekrutmen hakim MK di masing-masing lembaga negara, yakni Presiden, DPR, dan MA, mengedepankan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dengan demikian, masyarakat bisa bersama-sama melakukan pengawasan terhadap proses rekrutmen tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement