Ahad 15 Jan 2023 08:02 WIB

Kader Muhammadiyah Sebut Polemik Perppu Cipta Kerja Ditunggangi Kelompok Radikal

Menurut Darraz, kritik harus disampaikan dengan santun dan bijak.

Sejumlah buruh dari berbagai serikat dan organisasi berunjuk rasa di depan kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Barat, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Selasa (15/11/2022). Dalam unjuk rasa tersebut mereka menuntut pemerintah untuk menaikkan upah tahun 2023 sebesar 13 persen serta menolak PHK di tengah isu resesi global dan menolak Ombibuslaw UU Ciptaker. Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Sejumlah buruh dari berbagai serikat dan organisasi berunjuk rasa di depan kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Barat, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Selasa (15/11/2022). Dalam unjuk rasa tersebut mereka menuntut pemerintah untuk menaikkan upah tahun 2023 sebesar 13 persen serta menolak PHK di tengah isu resesi global dan menolak Ombibuslaw UU Ciptaker. Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Peneliti sekaligus kader intelektual Muhammadiyah Muhammad Abdullah Darraz menilai ada kampanye khilafah terselubung kelompok radikal dalam isu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja. Yakni, untuk membangun public distrust terhadap negara.

"Kampanye khilafah terselubung kelompok radikal dalam isu ini (Perppu Cipta Kerja), dengan cara membangun public distrust dan narasi kebencian terhadap negara menjadi persoalan berbeda," kata Darraz dalam keterangan yang diterima, di Jakarta, Sabtu (15/1/2023).

Baca Juga

Terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja memang menjadi kontroversi sebagian kalangan yang harus disikapi secara kritis dan argumentatif. Darraz menilai, bahwasanya kritik haruslah disampaikan dengan santun, objektif, elegan, dan tidak ada tujuan terselubung lainnya melainkan untuk kebaikan umat, rakyat, dan pemerintah itu sendiri.

"Dan kritik juga tidak boleh disampaikan di depan umum, apalagi sampai menjatuhkan wibawanya," ujar lulusan Pondok Pesantren Darul Arqam Garut ini.

Oleh karena itu, dengan etika kritik yang santun dan bijak, maka tujuan kritik itu sendiri akan tercapai dan mampu menghasilkan alternatif solusi bagi persoalan rakyat.

"Tidak hanya dari rakyat ke pemimpin, namun cendekiawan juga mengatakan bahwa pemimpin harus 'memasang telinga ke bumi', harus terbuka atas saran, kritik, mau mendengarkan aspirasi serta mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat luas," ujarnya pula.

Terakhir, Darraz berpendapat, guna menutup ruang gerak kelompok radikal yang kerap menunggangi isu politik dengan narasi promosi ideologinya, pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk sama-sama terbuka dan memahami proses hukum yang berlaku.

"Saran saya memang sebaiknya pemerintah betul-betul sejak awal melibatkan masyarakat, transparan. Apa yang menjadi aspirasi masyarakat bisa tersampaikan sejak awal dan masyarakat memahami proses yang berlangsung. Sehingga itu tidak menciptakan celah bagi kelompok-kelompok pembangkang itu memanfaatkan situasi chaos," ujarnya pula.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement