Selasa 13 Dec 2022 07:25 WIB

Pemerintah Kaji Skema Nonyudisial dalam Vonis Bebas Terdakwa Paniai

Kemenkumham menyiapkan skema penyelesaian nonyudisial dalam vonis bebas kasus Paniai.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Terdakwa tunggal kasus pelanggaran HAM berat Paniai, Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu saat divonis bebas dalam sidang di Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (8/12). Kemenkumham menyiapkan skema penyelesaian nonyudisial dalam vonis bebas kasus Paniai.
Foto: Republika/Rizky Surya
Terdakwa tunggal kasus pelanggaran HAM berat Paniai, Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu saat divonis bebas dalam sidang di Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (8/12). Kemenkumham menyiapkan skema penyelesaian nonyudisial dalam vonis bebas kasus Paniai.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyiapkan skema penyelesaian non yudisial dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai. Hal ini menyusul vonis bebas terhadap terdakwa tunggal Paniai, Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu.

Direktur Jenderal (Dirjen) HAM Kemenkumham sekaligus Wakil Ketua Sekertariat tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM), Mualimin Abdi menyampaikan kasus HAM berat Paniai tak berhenti sampai vonis dijatuhkan terhadap Isak. Ia memastikan ada skema non yudisial seperti kompensasi yang bisa diusahakan terhadap para korban. 

Baca Juga

"Maka, pemerintah meskipun sudah onslag (melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum), peristiwanya kan ada, diakui dan dilakukan penyelidikan oleh komnas HAM. Maka, yang nanti seperti disampaikan PPHAM tetap dilakukan monitoring pengawasan hal-hal terkait agar pemerintah bisa menyelesaikan dengan non yudisual," kata Mualimin kepada wartawan dalam peringatan hari HAM sedunia pada Senin (12/12/2022). 

Mualimin menyebut tim PPHAM bisa masuk dalam upaya non yudisial kasus Paniai. Sebab peristiwa pelanggaran HAM berat Paniai diakui oleh Majelis Hakim. Itu berarti korban diakui memang ada dan punya legalitas hukum yang bisa mendukung haknya. 

Dalam rangka pemberian hak korban Paniai, Mualimin menyebut dilakukan kerjasama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 

"Kami lagi kerjasama dengan LPSK. Kan LPSK begitu dapat hasil penyelidikan dari Komnas HAM, mereka merangkai psiko sosialnya. Kemudian dengan hal-hal lain. Pemerintah mengikuti hasil rekomendasi dari situ," ujar Mualimin. 

Namun Mualimin enggan merinci lebih lanjut skema non yudisial yang tengah dipertimbangkan Pemerintah. Ia pun tak memberi tenggat waktu kapan skema itu dapat berjalan. 

"Maka pemerintah tetap dalam posisi penyelesaian non yudisial sambil menunggu UU komisi kebenaran dan rekonsiliasi," ucap Mualimin. 

Sebelumnya, Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu divonis bebas dalam sidang di Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (8/12). Isak merupakan terdakwa tunggal dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai pada 2014. Majelis hakim meyakini Isak tak terbukti melakukan pelanggaran HAM dalam kasus Paniai. 

"Mengadili, menyatakan terdakwa Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM berat sebagaimana dalam dakwaan kesatu dan kedua," kata Hakim Ketua Sutisna Sawati dalam persidangan tersebut. 

Atas dasar itulah, Majelis Hakim meyakini Isak Sattu pantas dilepaskan dari semua tuntutan. Sebab Isak dianggap tak terbukti melakukan kejahatan sebagaimana dalam tuntutan Jaksa. "Membebaskan terdakwa dari semua tuntutan," ujar Sutisna. 

Awalnya, Isak Sattu dituntut penjara sepuluh tahun dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai Berdarah. Namun Isak divonis bebas karena dakwaan pertama Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) tak terbukti. 

Kemudian dakwaan kedua Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM juga tak terbukti.

Peristiwa Paniai Berdarah terjadi pada 8 Desember 2014 di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Kabupaten Paniai. Peristiwa itu terkait dengan aksi personel militer dan kepolisian saat pembubaran paksa aksi unjuk rasa dan protes masyarakat Paniai di Polsek dan Koramil Paniai pada 7-8 Desember 2014.

Aksi unjuk rasa tersebut berujung pembubaran paksa dengan menggunakan peluru tajam. Empat orang tewas dalam pembubaran paksa itu adalah Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo dan Simon Degei.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement