Selasa 13 Dec 2022 05:07 WIB

Soal Vonis Bebas Terdakwa Kasus Paniai, Ini Tanggapan Yasonna

Pemerintah tak mengintervensi proses hukum kasus paniai.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Foto: ANTARA/Fauzan/rwa.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly angkat bicara mengenai vonis bebas terhadap terdakwa kasus HAM Paniai Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu. Isak merupakan terdakwa tunggal dalam kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada 2014 itu. 

"Paniai kan sudah dalam persidangan, sudah diputus persidangan, sudah putus onslag (melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum)," kata Yasonna dalam peringatan hari HAM sedunia pada Senin (12/12). 

Yasonna menyatakan, pemerintah mempercayakan proses hukum kasus HAM Paniai pada lembaga terkait. Dia menyampaikan, pemerintah tak mengintervensi proses hukum. 

"Jadi kita serahkan ke hukum. Saya enggak tahu jaksa mau banding atau gimana, kita enggak tahu gimana," ujar Yasonna. 

Yasonna menyebut, masyarakat sepatutnya menghargai proses hukum dalam kasus HAM Paniai. Dia menyinggung, rangkaian proses hukum sejak penyelidikan di Komnas HAM, penyidikan oleh Kejaksaan Agung hingga persidangan di Pengadilan Negeri Makassar. 

"Pokoknya sudah dibawa ke peradilan ya," sebut Yasonna. 

Dia juga menegaskan, pemerintah tak menindaklanjuti kasus Paniai hanya melalui jalur yudisial. Dia menjamin, pemerintah bakal melakukan pendekatan non yudisial dalam kasus itu. 

Hal ini sesuai Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 17 Tahun 2022 tentang pembentukan tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu. Keppres ini diteken pada 26 Agustus 2022 lalu dimana kasus HAM Paniai menjadi salah satu yang masuk dalam pembahasan. 

"Jadi, pendekatan kita kan tidak semata-mata pro justicia, ada yang non-justicia, sudah ada benchmarking kita. Jadi ada beberapa pendekatan yang kita lakukan, kerja sama pemerintah daerah, pusat,kementerian/lembaga," ujar Yasonna. 

Sebelumnya, Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu divonis bebas dalam sidang di Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (8/12). Isak merupakan terdakwa tunggal dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai pada 2014. Majelis hakim meyakini Isak tak terbukti melakukan pelanggaran HAM dalam kasus Paniai. 

"Mengadili, menyatakan terdakwa Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM berat sebagaimana dalam dakwaan kesatu dan kedua," kata Hakim Ketua Sutisna Sawati dalam persidangan tersebut. 

Atas dasar itulah, Majelis Hakim meyakini Isak Sattu pantas dilepaskan dari semua tuntutan. Sebab, Isak dianggap tak terbukti melakukan kejahatan sebagaimana dalam tuntutan Jaksa. 

"Membebaskan terdakwa dari semua tuntutan," ujar Sutisna. 

Awalnya, Isak Sattu dituntut penjara sepuluh tahun dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai Berdarah. Namun Isak divonis bebas karena dakwaan pertama Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) tak terbukti. 

Kemudian dakwaan kedua Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM juga tak terbukti.

Peristiwa Paniai Berdarah terjadi pada 8 Desember 2014 di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Kabupaten Paniai. Peristiwa itu terkait dengan aksi personel militer dan kepolisian saat pembubaran paksa aksi unjuk rasa dan protes masyarakat Paniai di Polsek dan Koramil Paniai pada 7-8 Desember 2014. Aksi unjuk rasa tersebut berujung pembubaran paksa dengan menggunakan peluru tajam. Empat orang tewas dalam pembubaran paksa itu adalah Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo dan Simon Degei. 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement