Jumat 09 Dec 2022 17:23 WIB

Anggota DPD Sesalkan Putusan Bebas Terdakwa Kasus Paniai

Wakil Ketua Komite I DPD Filep Wamafma menyesalkan terdakwa kasus Paniai dibebaskan.

Terdakwa tunggal kasus pelanggaran HAM berat Paniai, Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu saat divonis bebas dalam sidang di Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (8/12).  Wakil Ketua Komite I DPD Filep Wamafma menyesalkan terdakwa kasus Paniai dibebaskan.
Foto: Republika/Rizky Surya
Terdakwa tunggal kasus pelanggaran HAM berat Paniai, Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu saat divonis bebas dalam sidang di Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (8/12). Wakil Ketua Komite I DPD Filep Wamafma menyesalkan terdakwa kasus Paniai dibebaskan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komite I DPD RI Filep Wamafma menyesalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan, yang menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa tunggal kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Kabupaten Paniai, Papua, Mayor Inf (Purn) Isak Sattu.

"Saya cukup menyayangkan putusan ini. Dari awal, saya berharap agar kasus ini bisa menjadi titik preseden bagi tegaknya muruah penegakan hukum HAM di Papua, ternyata ekspektasi saya berlebihan," kata Filep di Jakarta, Jumat.

Baca Juga

Dia menilai vonis bebas tersebut secara psikologis melemahkan semangat para pegiat HAM untuk mengembalikan martabat orang asli Papua yang sudah lama bertumpah darah.

Secara prosedural, dia menilai hakim sudah menjalankan tugasnya. Namun, tambahnya, hakim memiliki tugas untuk menemukan kebenaran materiel. Oleh karena itu, Filep meragukan putusan pengadilan tersebut benar-benar menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di Paniai.

"Adanya dissenting opinion saja sudah menunjukkan ketidaksepahaman hakim dalam menemukan kebenaran materiel kasus ini," tambahnya.

Senator asal Papua Barat itu berharap ada upaya hukum yang dilakukan terhadap putusan hakim tersebut, setidaknya berkaitan dengan perbedaan pendapat yang terjadi dalam proses pengadilan.

Dia menilai harus ada upaya hukum berupa banding agar masyarakat sama-sama membuktikan bahwa dissenting opinion dalam kasus tersebut benar-benar beralasan.

"Yang kita sama-sama cari ialah keadilan. Jika ujungnya bebas, jangan-jangan malah kasus ini akhirnya tetap dibuat jadi misteri," katanya.

Filep mendorong pemerintah daerah ikut memperhatikan kasus Paniai karena sangat krusial, berkaitan dengan penegakan keadilan HAM bagi masyarakat Papua. Langkah tersebut, menurutnya, sangat penting karena kasus HAM di Papua seolah-olah tidak bisa selesai, seperti sudah diproses di Komnas HAM namun ditolak Kejaksaan Agung.

"Saya minta pemda harus ikut memonitor, jangan cuma Komnas HAM saja, afirmasi penegakan HAM harus diperlihatkan pemda agar orang Papua tahu bahwa pemda ada bersama masyarakat," kata Filep.

Sebelumnya, Majelis Hakim PN HAM Makassar menjatuhkan vonis bebas terhadap Isak Sattu yang merupakan terdakwa tunggal dalam kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Kabupaten Paniai, Papua, pada 7-8 Desember 2014.

"Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Isak Sattu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM berat, sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu dan kedua," kata Ketua Majelis Hakim Peradilan HAM Sutisna Sawati saat membacakan vonis di PN Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (8/12).

Majelis hakim juga membebaskan terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum; memberikan hak-hak terdakwa pemulihan nama baik dan pengembalian harkat serta martabatnya; dan menetapkan barang bukti yang ada tidak berlaku lagi.

"Membebankan biaya perkara pada negara," ujar Majelis Hakim.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement