Kamis 08 Dec 2022 17:15 WIB

Bebas dari Kasus Paniai, Isak Sattu Menyeka Air Mata

Isak berharap tuntutan hukum yang dialaminya tidak terjadi pada orang lain.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ilham Tirta
Terdakwa tunggal kasus pelanggaran HAM berat Paniai, Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu saat divonis bebas dalam sidang di Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (8/12).
Foto: Republika/Rizky Surya
Terdakwa tunggal kasus pelanggaran HAM berat Paniai, Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu saat divonis bebas dalam sidang di Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu divonis bebas dalam sidang kasus pelanggaran HAM berat Paniai Berdarah di Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (8/12/2022). Ia langsung meluapkan perasaannya kepada para pengunjung sidang.

Isak menegaskan, dirinya bersyukur dengan putusan bebas yang diketok oleh Majelis Hakim. Ia merasa vonis itu bisa diperolehnya berkat pertolongan Tuhan.

Baca Juga

"Saya mau bersyukur kepasa Tuhan Yang Maha Esa karena hanya Tuhan satu-satunya penolong bagi saya," kata Isak kepada para pengunjung sidang, termasuk awak media setelah vonis diketok.

Sesaat sebelum melontarkan kata-kata itu, Isak sempat sekilas menyeka air matanya. Kalimat tersebut pun dilontarkan Isak dengan nada bergetar.

Isak menegaskan, sebagai mantan parajurit, ia ingin selalu menjadi warga negara yang baik, yang taat pada aturan hukum yang berlaku. Ia menyatakan tak pernah mangkir dalam sidang walaupun tidak pernah ditahan.

"Saya patuh hukum, saya jadi warga negara yang baik, saya tetap ikuti (sidang) dari awal sampai akhir," ujar pria berusia 68 tahun tersebut.

Isak juga menyampaikan rasa terima kasih kepada tim kuasa hukumnya. Ia berharap tak ada lagi tuntutan yang salah alamat, seperti yang terjadi kepadanya.

"Saya sangat berterimakasih kepada penasihat hukum saya dan hakim yang sudah diberkati Tuhan sehingga saya bisa dibebaskan dari tuduhan dan tuntutan dalam kasus ini. Kiranya tidak terjadi lagi (jaksa) menuntut yang tidak sepantasnya," kata pria yang kini tinggal di Nabire itu.

Peristiwa Paniai Berdarah terjadi pada 8 Desember 2014 di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Kabupaten Paniai. Peristiwa itu terkait dengan aksi personel militer dan kepolisian saat pembubaran paksa aksi unjuk rasa dan protes masyarakat Paniai di Polsek dan Koramil Paniai pada 7-8 Desember 2014. Aksi unjuk rasa tersebut berujung pembubaran paksa dengan menggunakan peluru tajam. Empat orang tewas dalam pembubaran paksa itu adalah Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo dan Simon Degei.

Isak sebagai perwira penghubung saat kejadian itu ditetapkan sebagai tersangka. Ia kemudian menjadi terdakwa tunggal dalam kasus pelanggaran HAM berat tersebut.

Dalam persidangan, Isak mengaku dijadikan korban dalam peristiwa yang tidak dia lakukan. Namun, jaksa menuntutnya sepuluh tahun penjara dalam dua dakwaan.

Sidang vonis hari ini pun membebaskan Isak. Majelis hakim meyakini Isak tak terbukti melakukan pelanggaran HAM dalam kasus Paniai.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM berat sebagaimana dalam dakwaan kesatu dan kedua," kata Hakim Ketua Sutisna Sawati dalam persidangan tersebut.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement