Kamis 08 Dec 2022 16:19 WIB

Terdakwa Paniai Berdarah Divonis Bebas, Hakim Ungkit Kegagalan Tim Bentukan Menko Polhukam

Tim yang dibentuk Kemenko Polhukam gagal temukan pelaku penembakan dan penyerangan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Terdakwa tunggal kasus pelanggaran HAM berat Paniai, Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu saat divonis bebas dalam sidang di Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (8/12).
Foto: Republika/Rizky Surya
Terdakwa tunggal kasus pelanggaran HAM berat Paniai, Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu saat divonis bebas dalam sidang di Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Makassar mengungkit kegagalan tim pencari fakta kasus Paniai bentukan Menko Polhukam zaman Luhut Binsar Pandjaitan. Majelis hakim menyebut tim itu gagal menemukan pelaku penembakan langsung terhadap masyarakat Paniai. 

"Tim terpadu penembakan Paniai yang dibentuk Kemenko Polhukam gagal temukan pelaku penembakan dan perusakan (kantor Koramil)," ujar hakim anggota sekaligus hakim Adhoc HAM Siti Noor Laila Siti dalam sidang pembacaan vonis sidang kasus Paniai, Kamis (8/12/2022).

Baca Juga

Dalam sidang hari ini, majelis hakim menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa Meyor Infantri Purnawirawan Isak Sattu. Dalam pertimbangan putusannya, majelis hakim juga menyoroti tim bentukan Menko Polhukam yang tak bisa mendapatkan peluru yang cocok dengan yang digunakan aparat saat peristiwa Paniai. 

"Temuan tidak ada yang identik dengan yang ditemukan di lapangan dan tubuh korban," ucap Siti. 

Majelis hakim juga enyinggung penyampaian keterangan oleh sejumlah saksi sepanjang persidangan kasus pelanggaran HAM berat Paniai yang menjerat Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu. Majelis hakim memandang sebagian saksi justru menutupi fakta. 

Jaksa Penuntut Umum (JPU) memang sempat mendatangkan saksi dari unsur Polri dan TNI dalam sidang kasus Paniai. Namun, majelis hakim menyayangkan kesaksian mereka yang tak maksimal. 

"Saksi dari Polsek (Paniai Timur) dan Koramil (Enarotali) yang ada di lokasi dan berhadapan dengan massa harusnya dapat mengungkap siapa pelaku penembakan yang sebabkan korban jiwa dan luka-luka, namun fakta persidangan saksi-saksi menerangkan tidak dapat mengetahui atau tidak melakukan penembakan di luar prosedur," kata Siti. 

Majelis hakim menduga tindakan para saksi itu sengaja dilakukan demi kepentingan tertentu. Salah satunya melindungi diri sendiri dari persepsi buruk di masyarakat. 

"Majelis hakim memahami saksi-saksi tersebut berusaha menutupi fakta yang sebenarnya karena ingin melindungi diri, rekan dan juga kesatuan masing-masing dari ancaman pidana dan opini negatif masyarakat," ujar Siti. 

Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu divonis bebas dalam sidang di PN Makassar pada hari ini. Isak merupakan terdakwa tunggal dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai pada 2014. 

Majelis hakim meyakini Isak tak terbukti melakukan pelanggaran HAM dalam kasus Paniai. Dengan demikian, Isak Sattu bisa terus menghirup udara bebas. 

"Mengadili, menyatakan terdakwa Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM berat sebagaimana dalam dakwaan kesatu dan kedua," kata Hakim Ketua Sutisna Sawati dalam persidangan tersebut. 

Atas dasar itulah, Majelis Hakim meyakini Isak Sattu pantas dilepaskan dari semua tuntutan. Sebab Isak dianggap tak terbukti melakukan kejahatan sebagaimana dalam tuntutan Jaksa. 

"Membebaskan terdakwa dari semua tuntutan," ujar Sutisna. 

Awalnya, Isak Sattu dituntut penjara sepuluh tahun dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai Berdarah. Namun Isak divonis bebas karena dakwaan pertama Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) tak terbukti. 

Kemudian dakwaan kedua Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM juga tak terbukti.

Peristiwa Paniai Berdarah terjadi pada 8 Desember 2014 di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Kabupaten Paniai. Peristiwa itu terkait dengan aksi personel militer dan kepolisian saat pembubaran paksa aksi unjuk rasa dan protes masyarakat Paniai di Polsek dan Koramil Paniai pada 7-8 Desember 2014. Aksi unjuk rasa tersebut berujung pembubaran paksa dengan menggunakan peluru tajam. Empat orang tewas dalam pembubaran paksa itu adalah Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo dan Simon Degei. 

------------------------------------------------------------------------------

RALAT: Judul artikel berita ini sebelumnya adalah, "Terdakwa Paniai Berdarah Divonis Bebas, Hakim Ungkit Kegagalan Tim Bentukan Mahfud".

 

Judul itu kami koreksi karena tidak akurat dalam mengutip dan menampilkan sebuah nama dalam jabatan. Karena saat kasus Paniai diselidiki oleh pemerintah pada 2016, tim pencari fakta dari Kemenko Polhukam dibentuk oleh Menko Polhukam yang saat itu dijabat oleh Luhut Binsar Pandjaitan.

Dengan demikian kesalahan telah kami perbaiki. Kami mohon maaf atas kekeliruan tersebut dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan. 

 

 

photo
12 Pelanggaran HAM Berat Masih Stagnan - (ANTARA)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement