Selasa 17 Jan 2023 18:09 WIB

LPSK Pulihkan Ribuan Korban Pelanggaran HAM Berat

LPSK memulihkan sedikitnya 4.000 korban pelanggaran HAM berat dari 2012-2021.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menuntut penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. LPSK memulihkan sedikitnya 4.000 korban pelanggaran HAM berat dari 2012-2021.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Sejumlah aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menuntut penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. LPSK memulihkan sedikitnya 4.000 korban pelanggaran HAM berat dari 2012-2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah melakukan pemulihan terhadap setidaknya 4.000 orang korban pelanggaran hak asasi manusia berat (PHB). Jumlah itu dihimpun LPSK dari data tahun 2012-2021.

Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo membeberkan para korban PHB yang dipulihkan berasal dari beberapa peristiwa, yaitu Peristiwa 1965/1966, Penghilangan Paksa 1997/1998, Tanjung Priok, Talangsari, Jambo Keupok, Simpang KKA Aceh, dan Rumah Geudong Aceh. 

Baca Juga

"Pemulihan dilakukan melalui pemberian bantuan medis, rehabilitasi psikososial dan psikologis dengan setidaknya 4.500 layanan," kata Antonius dalam keterangannya pada Selasa (17/1). 

Oleh karenanya, Antonius menyatakan pemulihan korban PHB bukanlah hal baru bagi LPSK. Agar pemulihan korban dapat lebih optimal, lanjut dia, LPSK dalam waktu dekat berencana melakukan penguatan organisasi dan kapasitas internal LPSK. 

"LPSK segera berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait untuk penguatan tersebut," ujar Antonius. 

Di samping itu, LPSK juga akan lebih proaktif dalam melibatkan berbagai kementerian/Lembaga terkait pemulihan. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 44 PP No. 35 Tahun 2020. 

"Program rehabilitasi psikososial saat ini (tahun 2023) sudah menjadi Kegiatan Prioritas Nasional, yang tentu sejalan dengan upaya pemulihan korban, termasuk PHB," ujar Antonius.

Di sisi lain, LPSK sempat melakukan riset pada tahun 2020. Hasilnya, diperoleh informasi bahwa mayoritas korban PHB (50 persen) menginginkan negara memberikan bantuan medis, rehabilitasi psikososial dan psikologis; 35 persen menginginkan dilakukannya pengungkapan kebenaran oleh negara; 10 persen menginginkan pelaku dipidana; dan 5 persen menginginkan permintaan maaf dari negara. Adapun responden riset merupakan para korban PHB yang berstatus Terlindung LPSK. 

"Dengan mengoptimalkan pemulihan, LPSK berkeyakinan bahwa harapan korban PHB dapat direalisir," tegas Antonius.

Merujuk Peraturan Pemerintah (PP) No. 17 Tahun 2018 jo PP No. 35 Tahun 2020 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada Saksi dan Korban, diatur beberapa hal sebagai berikut: (1) korban PHB berhak memperoleh bantuan berupa bantuan medis dan bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis; (2) permohonan bantuan diajukan secara tertulis kepada LPSK; (3) permohonan bantuan harus dilampiri dengan, antara lain, surat keterangan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang menunjukkan pemohon sebagai Saksi dan/atau Korban atau Keluarga Saksi dan/atau Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat; (4) pemberian bantuan ditetapkan dengan Keputusan LPSK; dan (5) dalam melaksanakan pemberian bantuan, LPSK dapat bekerja sama dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, swasta, dan/atau organisasi nonpemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement