Kamis 02 Feb 2023 22:18 WIB

Calon Hakim Adhoc dari Polri Akui Politik Hambat Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM

Harnoto mencontohkan kasus penembakan misterius (petrus) pada zaman Orba.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Anggota Polri Harnoto mengikuti sesi wawancara Calon Hakim Adhoc HAM yang diadakan Komisi Yudisial (KY) pada Kamis (2/2/2023).
Foto: Republika/Rizky Surya
Anggota Polri Harnoto mengikuti sesi wawancara Calon Hakim Adhoc HAM yang diadakan Komisi Yudisial (KY) pada Kamis (2/2/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Mahkamah Agung (MA), Prof Bagir Manan mendalami pengetahuan anggota Polri, Harnoto dalam sesi wawancara calon hakim adhoc HAM yang diselenggarakan Komisi Yudisial (KY) pada Kamis (2/2/2023). Harnoto menjadi salah satu dari lima peserta yang mencapai tahap wawancara. 

Prof Bagir Manan mulanya menanyakan status adhoc dari hakim adhoc HAM. Pewawancara dari unsur eksternal KY itu lalu mengarahkan pertanyaan soal perlunya hakim adhoc HAM. 

Baca Juga

"Saya melihat potensi hakim adhoc HAM sebagai amanah UU peradilan HAM diamanatkan untuk ada hakim adhoc," kata Harnoto dalam seleksi wawancara terbuka di Gedung KY itu. 

Prof Bagir pun penasaran dengan alasan Harnoto mengenai urgensi pengadilan HAM. Harnoto meyakini pengadilan HAM tetap perlu ada demi menjunjung tinggi prinsip HAM. 

"Ada ancaman terhadap HAM, mewujudkan kedamaian di dalam dan luar negeri jadi tetap perlu perlindungan HAM," ujar Harnoto. 

Sesi wawancara memanas ketika Prof Bagir meminta Harnoto mencontohkan kasus pelanggaran HAM yang masih ada. Harnoto merujuk salah satunya pada kasus penembakan misterius (petrus). 

"Contohnya masih banyak, misalnya kasus petrus antara tahun '82-85, kemudian yang bisa dilihat juga kasus pelanggaran di Paniai, Aceh, Papua," ucap Harnoto. 

"Petrus kan zaman Orba, kok belum selesai sampai sekarang?" tanya Prof Bagir. 

"Itu karena situasi, kondisi politik kebangsaan, kekuasaan yang dominan untuk pengungkapan ke arah sana," jawab Harnoto. 

Prof Bagir lantas coba memastikan sikap Harnoto terkait kasus HAM petrus tersebut. Sebab, Harnoto sudah menyinggung adanya urusan politik di balik kasus petrus. 

"Jadi (petrus) persoalan politik bukan hukum?" tanya Prof Bagir. 

"Itu simultan Prof. Penyelesaian politik perlu, secara hukum juga untuk jamin kepastian," jawab Harnoto. 

"Ini persoalan politik atau hukum? Tegaskan pilihannya!" cecar Prof Bagir. 

"Persoalan politik," jawab Harnoto. 

Tercatat ada 12 kasus pelanggaran HAM yang diputuskan oleh Komnas HAM dan diakui oleh tim PPHAM. Yaitu Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari 1989, Peristiwa Trisakti, Peristiwa Semanggi I dan II, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Penghilangan Orang secara Paksa 1997-1998, Peristiwa Wasior Wamena, Peristiwa Pembantaian Dukun Santet di Banyuwangi 1998, Peristiwa Simpang KAA 1999, Peristiwa Jambu Keupok 2003, dan Peristiwa Rumah Geudang 1989-1998.

Para hakim adhoc HAM di MA terpilih bakal segera berhadapan dengan kasus HAM berat Paniai yang mencapai tahap kasasi. Hal ini menyusul pengajuan kasasi dari kejaksaan pascavonis bebas terdakwa Isak Sattu. 

 

photo
12 Pelanggaran HAM Berat Masih Stagnan - (ANTARA)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement