REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--BPJS Kesehatan mengajak fasilitas kesehatan (faskes) untuk memperkuat komitmen meningkatkan mutu layanan bagi peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengakui, pernah menemukan faskes yang melakukan diskriminasi pelayanan terhadap pasien BPJS Kesehatan.
Menurut Ghufron, diskriminasi yang pernah ditemukannya yakni memisahkan layanan kesehatan peserta BPJS dengan non-BPJS. Ia menuturkan, saat itu, ia mendapati faskes memberi pelayanan pasien BPJS di area parkir bawah tanah (basement).
"Pasien BPJS di ruangan yang bawah, ruangan di ground, tidak ada AC. Dijadikan satu dengan parkir dan pengap. Padahal pasien yang lain (non BPJS) ini enggak seperti itu kita kasih peringatan," tutur Ghufron di Jakarta, Rabu (19/10/2022).
Perlakuan yang tidak adil tersebut terungkap setelah adanya pengaduan peserta. Pihaknya pun segera melakukan evaluasi dan memberikan peringatan kepada rumah sakit untuk melakukan perbaikan dalam dua bulan.
"Kami ingatkan dalam dua bulan harus diperbaiki dan akhirnya diperbaiki dalam waktu dua bulan. Kalau tidak diperbaiki ini kita putus hubungan kerja sama," kata Ghufron.
Ghufron menyadari diskriminasi ini berawal dari sisa-sisa masa lalu BPJS Kesehatan yang kerap telat membayar klaim tagihan rumah sakit. Namun sebenarnya hal itu tidak boleh menjadi alasan diskriminasi pasien BPJS Kesehatan dengan pasien reguler di rumah sakit.
"Yang jelas diskriminasi ini karena masih ada sisa-sisa dulu. Tapi kalau sekarang sudah jauh lebih baik," kata dia.
Hal ini tercermin dari tingkat kepuasan BPJS Kesehatan yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir. "Sekarang meningkat itu lebih dari 5 poin dari biasanya hanya 0,3 atau 1 poin," kata dia.
Saat ini, sambung Ghufron, BPJS Kesehatan juga langsung memberikan uang muka dari total tagihan klaim rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). Maksimal uang muka yang dibayarkan seebesar 60 persen dari total klaim sebelum dilakukan audit.
"Kalau bagus sekali pelayanannya kepada peserta BPJS Kesehatan, kita naikkan ke atas sampai 60 persen (pembayaran uang muka). Ini baru pertama kali dalam sejarah," ungkapnya.
Ghufron tak memungkiri hal bahwa pelayanan BPJS Kesehatan belum sempurna dan tetap masih masalah. Namun dia berani memastikan tingkat permasalahan yang ada semakin berkurang dan dapat diatasi dengan segera.
"(Diskriminasi) memang masih terjadi tapi ini sudah jauh berkurang dari dulu karena ini diatur dalam PP Nomor 44 tahun 2021 untuk tidak mendiskriminasi pasien," tegasnya.
Per Oktober 2022 sebanyak 246,46 juta jiwa atau kurang lebih 89,35 persen dari seluruh penduduk Indonesia telah terjamin pembiayaan kesehatannya melalui Program JKN. Tentu dengan semakin besarnya jumlah peserta, akses terhadap layanan di fasilitas kesehatan akan meningkat.