Kamis 13 Oct 2022 13:14 WIB

Wapres Harap Lukas Enembe Kooperatif dan tidak Timbulkan Masalah

Wapres juga mengatakan KPK tidak bisa paksakan penggunaan hukum adat untuk Lukas.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Indira Rezkisari
Massa dari Forum Solidaritas Mahasiswa Peduli Pembangunan Tanah Papua, berunjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (12/10/2022). Mereka mendesak KPK untuk segera menangkap dan mengadili tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe sesuai dengan aturan Hukum yang berlaku di Indonesia.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Massa dari Forum Solidaritas Mahasiswa Peduli Pembangunan Tanah Papua, berunjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (12/10/2022). Mereka mendesak KPK untuk segera menangkap dan mengadili tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe sesuai dengan aturan Hukum yang berlaku di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARBARU -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin berharap Gubernur Papua Lukas Enembe bersikap kooperatif untuk memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini disampaikan Ma'ruf setelah Lukas Enembe selalu mangkir dalam pemanggilan KPK dan mengutus pengacaranya serta meminta agar diproses secara adat.

Ma'ruf menegaskan, Pemerintah tidak bisa mengintervensi proses hukum yang terjadi di KPK. "(Karenanya) Pemerintah mengharapkan supaya Lukas Enembe itu bisa bekerja kooperatif, bisa bersikap kooperatif dan supaya tidak menimbulkan masalah," ujar Ma'ruf kepada wartawan di sela kunjungan kerjanya di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Kamis (13/10/2022).

Baca Juga

Ma'ruf pun meminta Lukas mengikuti proses hukum yang berjalan terkait dugaan korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan gratifikasi Rp1 Miliar. Menurutnya, jika Lukas Enembe merasa tidak bersalah, maka bisa dibuktikan secara hukum.

"Kalau memang (tidak bersalah), kan perlu pembuktian, nah dibuktikan saja, memang bersalah apa tidak, ada bukti apa tidak. Sehingga dengan demikian, maka tidak terjadi ketegangan-ketegangan," ujar Ma'ruf.

Terkait permintaan proses hukum secara adat, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini mengatakan KPK menjalankan proses hukum sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Sedangkan, pemeriksaan secara adat merupakan bagian dari kearifan lokal di Tanah Papua.

Karenanya, dia menilai proses hukum ini tidak dicampuradukkan dengan hukum adat. "Mengenai soal hukum adat itu nanti masalah di Papua sendiri, kan mereka punya apa local wisdom sendiri ya, kearifan lokal sendiri kalau memang mereka mempunyai bahwa itu bagian daripada kearifan lokal," ujarnya.

Sebelumnya, Pengacara Gubernur Papua Lukas Enembe, Aloysius Renwarin meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar pemeriksaan terhadap kliennya dilakukan secara adat. Sebab, dia menyebut, Lukas Enembe merupakan kepala suku besar di Papua.

Namun demikian, KPK menegaskan akan tetap mengusut tuntas penegakan hukum perkara dugaan korupsi Lukas dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia.  Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, KPK tidak menafikan keberadaan hukum adat di Indonesia.

Namun demikian, untuk kejahatan, terlebih korupsi, maka baik hukum acara formil maupun materiil tentu mempergunakan hukum positif yang berlaku secara nasional. "Perihal apabila hukum adat kemudian juga akan memberikan sanksi moral atau adat kepada pelaku tindak kejahatan, hal tersebut tentu tidak berpengaruh pada proses penegakan hukum positif sesuai dengan UU (undang-undang) yang berlaku," kata Ali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement