REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Bupati Mimika, Eltinus Omaleng terkait kasus dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 di Mimika, Papua. Omaleng akan ditahan untuk 20 hari kedepan karena diduga melakukan rasuah dalam kasus tersebut.
"Tim penyidik melakukan penahanan tersangka EO (Eltinus Omaleng) selama 20 hari pertama terhitung 8 September 2022 sampai dengan 27 September 2022," kata Ketua KPK, Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (8/9/2022).
Firli mengatakan, Omaleng akan menjalani masa tahananya di Rutan KPK pada cabang Pomdam Jaya Guntur. Selain itu, KPK juga mengumumkan dua tersangka lainnya yang terlibat dalam kasus tersebut, yakni Kepala Bagian Kesra Setda Mimika, Mathen Sawy (MS); dan Direktur PT Waringin Megang, Teguh Anggara (TA).
Meski demikian, kedua tersangka itu belum ditahan. KPK akan memanggil keduanya untuk diperiksa dan melakukan penahanan, jika penyidik sudah memiliki bukti yang cukup.
"Tersangka lain segera kami agendakan pemanggilan dan kami berharap para tersangka kooperatif memenuhi panggilan tim penyidik KPK yang suratnya segera kami kirimkan," ujar dia.
Adapun konstruksi perkara ini berawal ketika Omaleng belum menjabat Bupati Mimika. Pada tahun 2013, Omaleng bekerja sebagai Kontraktor sekaligus Komisaris PT Nemang Kawu Jaya. Saat itu, ia hendak membangun Gereja Kingmi di Mile 32 Mimika dengan total nilai mencapai Rp 126 miliar.
Keinginan itu pun terealisasikan setahun kemudian, saat Omaleng terpilih menjadi bupati, tepatnya pada 2014. Dia langsung membuat kebijakan untuk menganggarkan dana pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 ke Yayasan Waartsing.
Selanjutnya, Omaleng memerintahkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Mimika memasukkan anggaran hibah dan pembangunan gereja Kingmi Mile 32 sebesar Rp 65 miliar ke anggaran daerah Pemkab Mimika tahun 2014. Dia juga menyiapkan alat produksi beton untuk pembangunan pembangunan gereja tersebut dari perusahaan miliknya.
Tak sampai di situ, Omaleng kemudian meminta bantuan TA untuk mempercepat proses pembangunan gereja itu pada tahun 2015. Dia juga menawarkan proyek ini kepada TA dengan menjanjikan pembagian fee sebesar 10 persen dari nilai proyek tersebut untuk dibagi berdua. Omaleng memperoleh tujuh persen, sedangkan TA mendapatkan tiga persen.
Agar proses lelang dapat dikondisikan, Omaleng mengangkat MS sebagai pejabat pembuat komitmen dalam proyek ini. Sehingga kesepakatannya dengan TA dapat berjalan mulus. Namun, pengangkatan MS justu dinilai janggal karena ia tidak memiliki kompetensi di bidang konstruksi bangunan.
"EO juga memerintahkan MS (Marthen) untuk memenangkan TA sebagai pemenang proyek, walaupun kegiatan lelang belum diumumkan," kata Firli.
Setelah berhasil memenangkan lelang, MS dan TA melakukan penandatanganan kontrak pembanguan Gereja Kingmi Mile 32. Nilai kontrak dalam kesepakatan itu sebesar Rp 46 miliar.
TA kemudian menggunakan uang itu untuk mensubkontraktorkan seluruh pengerjaan pembangunan gereja ke perusahaan berbeda, yakni PT Kuala Persada Papua Nusantara (KPPN). Hal ini dilakukan tanpa ada perjanjian kontrak dengan Pemkab Mimika.
PT KPPN kemudian menggunakan dan menyewa peralatan dari perusahaan milik Omaleng. Akibat tindakan tiga tersangka ini, pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 menjadi tidak sesuai dengan jangka waktu penyelesaian yang tertuang dalam kontrak. Termasuk adanya kurang volume pekerjaan, padahal pembayaran pekerjaan telah dilakukan.
Perbuatan ketiga tersangka ini membuat kerugian keuangan negara sebesar Rp 21,6 miliar dari nilai kontrak Rp 46 miliar. Selain itu, Omaleng pun diduga turut menerima uang Rp 4,4 miliar dari proyek ni.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.