REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Mardiono membenarkan bahwa tiga majelis di PPP telah mengeluarkan keputusan untuk memberhentikan Suharso Monoarfa dari posisi ketua umum PPP. Keputusan tersebut diambil setelah banyaknya polemik yang ditimbulkan oleh Suharso Monoarfa.
"Ini (pemberhentian) dalam rangka mengakhiri isu--isu polemik yang selama tiga bulan terakhir selalu mengisi ruang publik, yang ini mengganggu terhadap para pejuang partai kami, kader yang saat ini sedang bekerja," ujar Mardiono saat dihubungi, Senin (5/9).
Ia mengatakan, PPP akan menghadapi agenda besar, yakni pemilihan umum (Pemilu) 2024. Kontestasi nasional tersebut tentu memerlukan seluruh fokus dari pengurus, kader, dan simpatisan partai berlambang Ka'bah itu.
"Kita tahu PPP menghadapi agenda-agenda pemilu yang kurang dari 500 hari ini memerlukan fokus dari seluruh lapisan kader, dari ketua umum, sampai akar rumput. Karena itu kita melakukan pembagian tugas agar beliau (Suharso) juga fokus menjalankan tugas kenegaraan, yaitu sebagai Menteri Bappenas, tentu menghadapi G20," ujar Mardiono.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu juga membenarkan bahwa dirinya ditunjuk sebagai pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum PPP. Keputusan tersebut merupakan hasil musyawarah kerja nasional (Mukernas) di Banten.
"Iya betul (ditunjuk sebagai Plt ketum PPP), itu melalui proses rapat harian DPP, kemudian dilanjutkan musyawarah kerja nasional. Kita semuanya harus patuhi yang sudah diatur dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga, karena itu yang tertinggi di partai," ujar Mardiono.
Majelis Syariah PPP, Majelis Pertimbangan PPP, dan Majelis Kehormatan PPP disebut telah melakukan musyawarah. Hasil kesimpulannya adalah mengeluarkan fatwa yang memberhentikan Suharso Monoarfa dari kursi ketua umum PPP.
"Pada tanggal 30 Agustus 2022, dengan berat hati Pimpinan tiga Majelis yang merupakan Majelis Tinggi DPP akhirnya melayangkan surat ketiga yang atas dasar kewenangannya mengeluarkan fatwa Majelis, yakni memberhentikan Saudara Suharso Monoarfa dari jabatan Ketua Umum DPP PPP. Terhitung sejak surat tersebut ditandatangani," Wakil Sekretaris Majelis Pertimbangan PPP Usman M Tokan.
Dalam surat permintaan mundur kepada Suharso yang dilayangkan pada 22 Agustus 2022, ketiga majelis tersebut memiliki sejumlah pertimbangan. Pertama, adanya rekaman video viral Suharso yang dinilai menghina kyai dan pesantren.
Pertimbangan kedua adalah demonstrasi yang sering terjadi di depan Kantor DPP PPP. Demonstrasi tersebut terjadi akibat hasil forum permusyawaratan partai, baik di tingkat musyawarah wilayah, musyawarah cabang PPP, dan gratifikasi yang dilaporkan sebagai tindak pidana korupsi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketiga, terdapat berbagai pemberitaan mengenai persoalan kehidupan rumah tangga pribadi Suharso. Pemberitaan tersebut tentu menjadi beban moral dan mengurangi simpati terhadap PPP sebagai partai Islam.
Terakhir adalah elektabilitas PPP yang tak kunjung naik di tengah kepemimpinan Suharso. Permasalahan yang dihadapi Suharso tersebut membuat kerja-kerja partai tak produktif dalam menghadapi pemilihan umum (Pemilu) 2024.