REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Alasan penyidik melakukan penahanan terhadap Roy Suryo sejak Jumat (5/8/2022) malam karena khawatir menghilangkan barang bukti.
Apalagi, kata Kabid humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan mengatakan, Roy Suryo juga dalam keadaan sehat pada saat melakukan pemeriksaan ketiga kalinya sebagai tersangka.
"(Penahanan) dilakukan karena ada kekhawatiran dari penyidik yang bersangkutan akan menghilangkan barang bukti," ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan, Sabtu (5/8/2022).
Lanjut Zulpan, penahanan terhadap mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu dilakukan sesuai dengan Pasal 21 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Karena itu tersangka kasus meme stupa Candi Borobudur mirip Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu harus mendekam di balik jeruji penjara selama 20 hari ke depan di Rutan Polda Metro Jaya. “Jadi ditahan selama 20 hari ke depan,” kata Zulpan.
Sebelumnya, Roy yang telah ditetapkan sebagai tersangka sempat mengikuti acara klub mobil Mercedes SL Club Indonesia. Dalam video Roy Suryo mengenakan penyangga leher medis dan baju komunitas mobil Mercedes Benz. Penyangga leher tersebut juga digunakan Roy saat menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada Kamis (28/7/2022) lalu.
Kemudian Roy telah menyampaikan klarifikasi terkait kehadirannya di acara touring tersebut. Hal itu disampaikan usai videonya dalam acara itu viral dan menuai polemik karena yang bersangkutan tengah menyandang status tersangka dan dikabarkan sakit.
Dia mengaku dia datang didampingi asisten pribadinya dan tidak menyetir sendiri sehingga meski dia tampak tertawa dengan ceria tapi masih terbatas ruang geraknya.
"Sehingga justru ekspresi tertawa tersebut adalah salah satu cara menghilangkan stres yang saya alami selama sebulan terakhir," ucap Roy Suryo.
Dalam perkara ini Roy Suryo dijerat Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kemudian dia juga disangkakan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penodaan Agama dan Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946.