Sabtu 09 Jul 2022 19:58 WIB

Pakar: Pencabutan Izin ACT Dinilai tak Selesaikan Masalah

UU pengumpulan uang dan barang belum mengangkat aspek akuntabilitas.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus Yulianto
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, menyoroti langkah pemerintah yang mencabut izin penyelenggaraan pengumpulan uang dan barang terhadap lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT). Dia menilai, langkah tersebut tidak akan menyelesaikan masalah. 

"Harusnya respons pemerintah tidak sekedar hanya mencabut izin, itu nggak menyelesaikan masalah," kata Bivitri dalam diskusi bertajuk 'Polemik Pengelolaan Dana Filantropi' yang dipantau secara daring, Sabtu (9/7/2022).

Bivitri menilai, pemerintah harus segera membuat langkah-langkah yang lebih struktural ketimbang hanya mencabut izin penyelenggaraan pengumpulan uang dan barang lembaga filantropi. Salah satu langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah dengan mengubah undang-undang tentang pengumpulan uang dan barang yang sejak tahun 1961 tidak pernah diubah. 

"Nah momentum ini Pemerintah dan DPR segera buru-buru koreksi undang-undangnya dibuat sistemnya lebih akuntabel, jadi kita tidak pakai cara lama yang potensi filantropi yang luar biasa besar dari masyarakat ini betul-betul bisa juga negara bisa hadir untuk itu," ujarnya.

Bivitri juga membandingkan UU Pengumpulan Uang dan Barang dengan UU Zakat yang dinilai lebih akuntabel lantaran baru dilakukan perubahan pada tahun 2011 silam. Sedangkan UU Pengumpulan Uang dan Barang belum mengangkat aspek akuntabilitas tersebut. 

Karena itu, dia mendorong, agar UU tersebut bisa segera direvisi. "Beberapa kawan dulu bergiat di salah satu riset filantropi Indonesia untuk mendorong adanya perubahan undang-undang ini dan sudah banyak kami berikan tapi nyangkut terus di DPR saya kurang paham kenapa ini alasan politiknya dan ini mudah-mudahan lanjut lagi," tuturnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement