Selasa 26 Apr 2022 12:25 WIB

LPSK Ungkap Ada Upaya Pembungkaman Korban Kerangkeng Manusia

LPSK meminta polisi menahan pelaku kerangkeng manusia yang belum ditahan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Petugas kepolisian memeriksa ruang kerangkeng manusia yang berada di kediaman pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara.
Foto: ANTARA FOTO/Oman/Lmo/rwa.
Petugas kepolisian memeriksa ruang kerangkeng manusia yang berada di kediaman pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengamati ada upaya pembungkaman saksi dan korban pada kasus kerangkeng manusia rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin (TRP). LPSK mengingatkan agar pelaku tidak melakukan upaya pembungkaman suara korban.

"Karena hal tersebut diancam pidana dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban," kata Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo dalam keterangannya, Selasa (26/4/2022).

Baca Juga

Antonius mengungkap bentuk pembungkaman dilakukan dilakukan dengan memanfaatkan situasi korban yang terlilit hutang dengan cara membayarkan hutangnya atau mengatasi kebutuhan ekonomi. Termasuk menawarkan sejumlah uang, bahkan kendaraan.

"Para pihak yang mencoba melakukan suap kepada para korban atau keluarganya ini datang dari beragam kalangan, mulai dari keluarga korban, kekasih korban hingga oknum ormas dan oknum aparat sipil di daerah tersebut. Pihak tersebut berusaha membujuk korban agar berpihak kepada pelaku," kata Antonius.

Antonius menyebut pada 18 April 2022, rumah mertua saksi korban (Terlindung LPSK) didatangi beberapa orang. Mereka hendak mencari Terlindung dan memintanya untuk tidak menjadi saksi dalam kasus kerangkeng dengan tawaran imbalan sejumlah uang dengan nilai fantastis, plus satu unit mobil.

Selain itu, lanjut Antonius, ada pula Terlindung yang keluarganya telah didatangi oknum aparat sipil daerah. Mereka menawarkan uang jutaan rupiah. Dengan syarat, Terlindung tidak menjadi saksi dalam kasus kerangkeng manusia di rumah bupati Langkat nonaktif.

"Pelaku juga memanfaatkan pengaruhnya yang dinilai masih besar untuk memengaruhi Bibi Terlindung yang bekerja di kantor Pemerintah Kabupaten Langkat," ujar Antonius.

Anton menjelaskan pihak pelaku meminta Bibi Terlindung untuk merayu Terlindung agar tidak menjadi saksi dalam kasus kerangkeng. Bibi Terlindung khawatir akan pekerjaannya di kantor. “Pihak tersangka masih besar pengaruhnya di kantor Bibi Terlindung (Pemda Langkat)," ucap Antonius.

Tidak itu saja, para simpatisan pelaku juga meminta korban untuk menyampaikan informasi yang mendiskreditkan LPSK. Untuk itu, LPSK mengharapkan kepolisian untuk segera menahan pelaku kerangkeng manusia yang saat ini belum ditahan.

"Kami mengingatkan kepada saksi dan/atau korban untuk tidak memberikan keterangan palsu karena hal tersebut diancam pidana," tegas Antonius.

LPSK juga merekomendasikan penyidik untuk melakukan sita aset TRP dan DP sebagai bagian dari upaya paksa yang dimungkinkan dalam UU TPPO. Dalam pelaksanaan perlindungan kepada para Terlindung, LPSK telah menjalin kerja sama dengan pihak Polri dan TNI.

"LPSK menjamin keselamatan Terlindung (saksi/korban) untuk dapat menyampaikan keterangan penting pada proses peradilan perkara ini," tegas Antonius.

Sebelumnya, Penyidik Direktorat Reskrimum Polda Sumatera Utara menahan delapan tersangka kasus tewasnya penghuni kerangkeng manusia. Mereka berinisial HG, DP,JS, RG, TS, SP, IS, dan HS. Mereka ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Polda Sumut terhitung sejak Kamis (7/4/2022).

"Penahanan delapan tersangka itu setelah penyidik melakukan penyelidikan hingga penyidikan serta hasil koordinasi dengan LPSK dan Komnas HAM," kata Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak dalam keterangannya di Medan, Jumat (8/4/2022).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement