Jumat 22 Apr 2022 00:40 WIB

Akses NIK Bisa Tetap Gratis, APJII Siap Bantu Pemerintah

Pengenaan biaya akses NIK dirasa tidak tepat.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Satria K Yudha
Sejumlah warga antre mengurus Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil (Admindukcapil) saat peluncuran mobil Admindukcapil di Alun-alun Jember, Jawa Timur, Senin (3/1/2022). Mobil pelayanan keliling Admindukcapil milik Pemkab Jember diluncurkan untuk memudahkan warga dalam pelayanan pengurusan 24 jenis administrasi.
Foto: Antara/Seno
Sejumlah warga antre mengurus Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil (Admindukcapil) saat peluncuran mobil Admindukcapil di Alun-alun Jember, Jawa Timur, Senin (3/1/2022). Mobil pelayanan keliling Admindukcapil milik Pemkab Jember diluncurkan untuk memudahkan warga dalam pelayanan pengurusan 24 jenis administrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menilai, akses nomor induk kependudukan (NIK) bisa tetap dilakukan secara gratis. APJII menyatakan siap membantu Ditjen Dukcapil Kemendagri dalam menyediakan akses NIK secara gratis untuk layanan publik.

"Verifikasi data menggunakan NIK sudah menjadi layanan dasar masyarakat di era digital, sehingga sebaiknya Ditjen Dukcapil Kemendagri tidak mengenakan biaya akses atas barang publik," ujar Ketua Umum APJII Muhammad Arif dalam keterangannya, Kamis (21/4/2022).

Arif menjelaskan, validasi dan verifikasi NIK telah menjadi proses KYC atau know your customer di berbagai aktivitas masyarakat, sektor industri, dan instansi pemerintah. Menurut dia, pemerintah harus mendukung penyediaan tersebut demi inklusivitas dan perlindungan data pribadi masyarakat.

"Karena sampai dengan saat ini masih banyak kebocoran data masyarakat yang bisa diminimaliskan melalui validasi dan verifikasi NIK ke server Dukcapil," kata Arif.

Terkait biaya operasional sistem, Arif mengatakan, Dukcapil dapat menggunakan fasilitas Pusat Data Nasional yang sudah dibangun Kemtenterian Kominfo. Dukcapil juga dapat bersinergi dengan sumber daya sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) lainnya untuk membagi beban server Dukcapil karena sinergi tersebut sangat diperlukan mendukung kesuksesan Perpres Satu Data.

"Data NIK bukan tergolong data yang cepat berubah dan pemrosesannya dilakukan oleh penyedia layanan sesuai sektor pelayanannya. Oleh karena itu, beban server Dukcapil tidak lebih dari penyimpanan dan web service melalui platform arsitektur berorientasi layanan," jelas dia.

Arif menambahkan, pungutan biaya atas akses ke server NIK akan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi bagi masyarakat selaku pengguna dan pelaku usaha selaku penyedia layanan. Pemerintah perlu mengubah paradigma dari yang berorientasi pada retribusi menjadi layanan yang berorientasi pengembangan ekosistem, iklim usaha, dan pertumbuhan ekonomi.

"Yang pada akhirnya akan menyehatkan industri dan meningkatkan penerimaan pajak dari bisnis yang sehat. Untuk itu pengenaan biaya akses NIK dirasa tidak tepat,” ungkap Arif.

Saat ini, kata dia, biaya penyimpanan sangat murah. Per terabyte (TB) hanya sekitar 15 sampai 17 dolar AS. Dengan harga tersebut, APJII memperkirakan kebutuhan untuk menyimpan data sekitar 274 juta penduduk, dengan masing-masing butuh tempat penyimpanan 20 megabyte (MB), maka hanya butuh 5480 TB. Menurut Arif, jumlah itu bukan data yang terlalu besar.

Dari sudut pandang jenis data, menurut Arif, NIK juga bukan yang membutuhkan perhitungan. Dia juga menerangkan, teknologi penyimpanan data yang terdistribusi dan terenkripsi juga sudah banyak ditemukan saat ini. Terdistribusi untuk menjamin ketersediaan, sedangkan terenkripsi untuk menjamin privasi dan kerahasiaan.

“APJII siap membantu Dukcapil mengelola data NIK. Dengan perangkat teknologi saat ini, kami mampu,” kata Arif.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement