Kamis 07 Apr 2022 16:45 WIB

Bantuan Subsidi Upah, Ini Alasan Banyak Buruh/Pekerja Bisa tidak Kebagian Jatah

KSPI menilai bantuan subsidi upah sebesar Rp 1 juta salah sasaran.

Seorang pekerja menunjukkan kartu ATM dan uang saat menerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) di halaman PT Perusahaan Industri Ceres, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (10/9/2021). Pada tahun ini pemerintah kembali mengucurkan bantuan subsidi upah sebesar Rp 1 juta untuk pekerja dengan gaji di bawah Rp 3,5 juta. (ilustrasi)
Foto: Antara/Novrian Arbi
Seorang pekerja menunjukkan kartu ATM dan uang saat menerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) di halaman PT Perusahaan Industri Ceres, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (10/9/2021). Pada tahun ini pemerintah kembali mengucurkan bantuan subsidi upah sebesar Rp 1 juta untuk pekerja dengan gaji di bawah Rp 3,5 juta. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan. A, Dessy Suciati Saputri

Pemerintah saat ini tengah mempersiapkan penyaluran program Bantuan Subsidi Upah (BSU) senilai Rp 1 juta bagi pekerja yang gajinya per bulan di bawah Rp 3,5 juta. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) akan menentukan penerima BSU dengan mengacu pada data BPJS Ketenagakerjaan. 

Baca Juga

Kemenaker belum menyebutkan jumlah penerima program ini. Hanya saja, anggarannya sudah disiapkan sebesar Rp 8,8 triliun. Jika anggaran itu digunakan sepenuhnya untuk BSU, maka akan ada 8,8 juta pekerja yang menerima bantuan tersebut. 

"Tujuan dari BSU ini selain melindungi dan mempertahankan kemampuan ekonomi pekerja/buruh, juga diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat sehingga mengungkit pertumbuhan ekonomi," kata Menaker Ida Fauziyah, Rabu (6/4/2024).

 

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyoroti Program BSU senilai Rp 1 juta bagi pekerja yang bergaji di bawah Rp 3,5 juta. Said menilai, program BSU itu tak tepat sasaran. 

Said menjelaskan, jika BSU hanya diberikan kepada buruh yang menerima upah Rp 3,5 juta ke bawah, maka artinya kebijakan ini hanya akan dinikmati pekerja di luar kota besar atau kota industri. Sebab, pekerja di kota-kota industri telah mendapat upah di atas Rp 3,5 juta. 

Padahal, lanjut dia, pekerja yang paling terdampak pandemi  Covid-19 dan kenaikan harga barang adalah buruh yang bekerja di kota industri. "Jadi sesungguhnya program ini untuk siapa? Kami melihat, penerima dari program subsidi upah ini tidak tepat sasaran," ujar Said dalam siaran persnya, Kamis (7/4/2024). 

Said menekankan, jika penerima BSU hanya buruh bergaji di bawah Rp 3,5 juta, maka program itu hanya akan dinikmati buruh di daerah yang industrinya kurang. "Misalnya Pacitan dan Boyolali yang memang tidak banyak terdapat industri. Sedangkan buruh yang bekerja di Jabodetabek, Surabaya, Gresik, Pasuruan, Mojokerto, hingga Pasuruan tidak akan mendapat subsidi upah," ucapnya. 

Said meminta agar pemerintah mengubah kriteria penerima BSU. Yakni diperuntukkan bagi pekerja yang mendapat gaji minimal sesuai upah minimum di daerahnya.

"Di Kabupaten Bekasi UMK-nya adalah 4,79 juta. Jadi dengan skema subsidi upah diberikan kepada buruh yang mendapatkan upah minimum, buruh di Bekasi dan kota-kota industri lain pun akan mendapatkan subsidi upah,” kata Presiden Partai Buruh ini. 

Dengan mengubah kriteria penerima BSU, lanjut dia, tentu akan terjadi lonjakan jumlah penerimanya. Karena itu, dia meminta pemerintah menambah anggaran program ini. 

Said juga meminta pemerintah tidak memberikan subsidi upah hanya kepada pekerja yang terdaftar BPJS Ketenagakerjaan. Semua buruh seharusnya punya kesempatan mendapatkan bantuan dari negara. 

"Jangan membuat kebijakan yang diskriminatif. Kalau ada buruh yang tidak ikut BPJS yang salah adalah pengusaha yang tidak mendaftarkan buruh tersebut sebagai peserta BPJS. Jadi tidak adil kalau mereka tidak diberikan subsidi upah atas sesuatu yang bukan kesalahannya," kata Said. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement