REPUBLIKA.CO.ID, WAKATOBI -- Walalupun hanya 30 menit, Kedatangan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno, langsung membawa perubahan di Desa Wisata Liya Togo, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Kedatanga sandi yang dijadwalkan untuk menengunjungi desa wisata itu terpaksa hanya sebentar karena dia harus melakukan rapat di Istana. Namun, walaupun hanya 30 menit, masyarakat yang datang cukup ramai dan antusias.
Masyarakat juga cukup puas dan bangga karena desanya sudah didatangi mas menteri karena jarang-jarang desa mereka di kunjungi oleh pejabat negara. Selain itu, saat kunjungan Sandi, juga ada pergerekan ekonomi yang cukup signifikan.
Pasalnya, para pedagang kaki lima baik itu makanan kecil dan lainnya, malah naik omsetnya. Sehingga, kedatangan Sandi justru malah meningkatkan atau bangkitkan ekonomi masyarakat.
Selain itu, salah satu produk wisata bukan lokasi melainkan juga souvenir yang menjadikan ciri khas suatu daerah wisata. Produk-produk tersebut memang harus memiliki ciri khas dari suatu daerah tersebut, sehingga tidak hanya memiliki nilai ekonomis melainkan juga nilai sentimental yang bisa menjadi suatu kenangan terhadap lokasi tersebut.
Souvenir menjadi salah satu tanda dari lokasi wisata tersebut. Bahkan banyak wisatawan juga membeli souvenir sebagi buah tangan dan juga untuk kenangan kalau dia pernah berkunjung suatu tempat wisata.
Hal tersebut juga terjadi di Desa Wisata Liya Togo,Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Siapa yang idak kenal dengan Wakatobi, maka akan banyak wisawatan yang mencari souvenir seperti kaos bertuliskan atau gambar lokasi tersebut. “Apalagi kita tahu kalau souvenir juga masuk dalam ekonomi kreatif,” kata Sandi dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Rabu (1/12).
Namun, Mas Menteri mendapatkan informasi kalau masyarakat Desa Wisata Liya Togo mengalami kendala bila ingin membuat souvenir. Pengelola desa melapor ke Mas Menteri kalau mereka belum memiliki mesin jahit dan mesin bordir demi keperluan peningkatan fesyen mereka.
Oleh karena itu, selama ini, para perajin desa menjahit dan membordir menggunakan jasa desa lain dan mengeluarkan biaya yang cukup mahal, sehingga mendapatkan keuntungan yang sedikit. Padahal, mereka itu yang mendsain.
"Tapi, karena tidak ada mesinnya, maka mereka bawa ke lokasi lain sehingga keuntungannya sangat sedikin dan juga proses pembuatannya menjadi memakan waktu lebih lama,” tegasnya.
Bahkan salah satu perajin mengaku, kalau keuntungan mereka sangat sedikit karena harus menjahit dan membordir di desa lain. Hal tersebut pastinya bisa membuat pendapatakan mereka berkurang.
“Jadi Mas Mentri, Kalau kita punya mesin sendiri tentunya berbeda pendapatannya,” tutur ibu-ibu pengajin.
Untuk itu, Mas Menteri melalui kementrian memberikan dua mesin jahit dan dua unit mesin border yang telah dipesan dari Kendari. Dia berharap, bantuan ini bisa membuat pendapatan para pembuat souvenir ini naik pendapatannya sehingga meningkatkan ekonomi penduduk desa.
Salah satu pengrajin mengucapkan terima kasih kepada Mas Menteri terkait dengan hadiah mesin jahit dan mesin bordirnya. “Terima Kasih mas Menteri atas mesin jahit dan bordirnya, jadi kita tidak usah bordir di luar desa,” ujar wanita yang berjualan syal dan sarung khas wakatobi.