Jumat 05 Nov 2021 00:03 WIB

Amnesty Soroti Kinerja Jenderal Andika Tangani Konflik Papua

Amnesty menyinggung pembunuhan Pendeta Yeremias Zanambani pada September 2020.

Rep: Rizky Suryarandika, Flori Sidebang/ Red: Andri Saubani
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa diajukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Panglima TNI ke-27 menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto.
Foto: Dok Dispenad
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa diajukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Panglima TNI ke-27 menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengungkap catatan kritis soal kinerja KSAD Jenderal Andika Perkasa dalam menangani konflik di Papua. Ia menyebut adanya keterlibatan TNI-AD dalam kasus kekerasan hingga pembunuhan terhadap warga Papua.

"Kasus kekerasan dan pembunuhan terjadi berkali-kali, termasuk yang terjadi pada saat operasi keamanan yang melibatkan TNI-AD," kata Usman kepada Republika, Kamis (4/11).

Baca Juga

Usman mempertanyakan komitmen Pemerintah soal penuntasan kasus pembunuhan yang dilakukan anggota TNI-AD di Papua. Ia menyinggung pembunuhan terhadap Pendeta Yeremias Zanambani yang terjadi pada September 2020.

"Beberapa kasus pelanggaran hukum seperti pembunuhan Pendeta Yeremias yang jelas melibatkan anggota TNI AD tidak diselesaikan secara tuntas oleh pemerintah," ujar Usman.

Atas dasar itulah, Usman menyimpulkan kondisi keamanan di Papua terus memburuk dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, kondisi ini terjadi lantaran lemahnya peran eksekutif dan legislatif terhadap TNI.

"Kondisi ini terjadi karena kebijakan pemerintah pusat yang salah arah dan juga lemahnya peran politik DPR (Komisi I) dalam mengawasi dan mengontrol pengerahan alat negara sektor pertahanan yaitu TNI," ucap Usman.

 

Amnesty International Indonesia mendata terkait kasus pembunuhan di luar hukum yang terjadi di Papua. Rinciannya 2010-2018: 69 kasus ; 95 korban. Lalu sepanjang 2018-2020: 47 kasus ; 80 korban. Terakhir pada 2021: 11 kasus ; 15 korban.

"Total 2010 sampai 2021 itu ada 127 kasus dengan 190 korban," sebut Usman.

 

 

Juru Bicara Jaringan Damai Papua (JDP), Yan Warinussy mengatakan, pihaknya berharap agar nantinya Andika dapat membawa perubahan dalam konteks reformasi TNI di Indonesia, terutama di Papua.

"Di Tanah Papua, kita berharap ada perubahan dalam kebijaksanaan operasi militer dengan menarik pasukan non organik di Tanah Papua," kata Yan kepada Republika, Kamis (4/11).

Baca juga : Menunggu Kepastian Keberangkatan Jamaah Umroh

Selain itu, sambung Yan, harapannya jika Andika resmi menjabat sebagai Panglima TNI dapat mengedepankan pembinaan teritorial. Ia menjelaskan, pembinaan teritorial, yakni melibatkan elemen tokoh masyarakat dan tokoh adat dalam melakukan pendekatan sosial serta damai kepada rakyat Papua.

"Kehadiran Jenderal TNI Andika Perkasa kita harapkan pula dapat memberi perubahan pada penegakan hukum bagi para prajurit yang seringkali melakukan pelanggaran disiplin maupun hukum, dan mengenai masyarakat sipil di Indonesia dan Tanah Papua," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, DPR RI resmi menerima Surat Presiden (Surpres) Pengganti Panglima TNI. Nama calon tunggal Panglima TNI yang diusulkan pemerintah, yaitu Jenderal TNI Andika Perkasa.

"Pada hari ini melalui Mensesneg Presiden telah menyampaikan Surat Presiden mengenai usulan calon Panglima TNI kepada DPR RI atas nama Jenderal TNI Andika Perkasa S.E., M.A.. M.SC.," kata Ketua DPR, Puan Maharani, Rabu (3/11).

Puan mengatakan, DPR akan menindaklanjuti Surat Presiden mengenai usulan calon Panglima TNI tersebut melalui rapat pimpinan untuk kemudian dilakukan rapat paripurna. Fit and proper test akan dilakukan Komisi I DPR RI, Jumat (5/11).

Adapun, Andika akan menggantikan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto yang akan memasuki masa pensiun pada akhir November 2021.

photo
Skenario Pemekaran Papua - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement