Rabu 29 Sep 2021 17:04 WIB

Komnas HAM Minta Presiden Lihat Rekomendasi Soal TWK KPK

Keputusan terkait nasib 57 pegawai KPK harus berdasarkan temuan kecacatan TWK.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ilham Tirta
Komnas HAM RI menyampaikan Laporan Tim Penyelidikan Komnas HAM RI atas Dugaan Pelanggaran HAM dalam  Alih Status Pegawai KPK melalui Asesmen TWK yang berlangsung secara daring pada Senin (16/8). Turut hadir dalam Konfrensi Pers  Ketua Tim Penyelidikan Komnas HAM RI M. Choirul Anam, Komisioner Beka Ulung Hapsara, Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik, Wakil Eksternal Amiruddin dan  Wakil Ketua Internal Munafrizal Manan (kiri ke kanan, red).
Foto: dok. Komnas HAM
Komnas HAM RI menyampaikan Laporan Tim Penyelidikan Komnas HAM RI atas Dugaan Pelanggaran HAM dalam  Alih Status Pegawai KPK melalui Asesmen TWK yang berlangsung secara daring pada Senin (16/8). Turut hadir dalam Konfrensi Pers Ketua Tim Penyelidikan Komnas HAM RI M. Choirul Anam, Komisioner Beka Ulung Hapsara, Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik, Wakil Eksternal Amiruddin dan Wakil Ketua Internal Munafrizal Manan (kiri ke kanan, red).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) melihat rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman terkait hasil asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK). Hal ini seharusnya dilakukan sebelum mengizinkan 57 pegawai KPK ditarik ke kepolisian.

"Sebaiknya presiden menyampaikan sikap resminya terhadap temuan dan rekomendasi Komnas HAM terlebih dahulu sebelum memberikan 'izin' kepada institusi lain untuk mengambil inisiatif terkait status 57 pegawai KPK," kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara di Jakarta, Rabu (29/9).

Komisioner Komnas HAM lainnya, Choirul Anam mengatakan, penjelasan tersebut dibutuhkan agar masyarakat memahami keputusan telah diambil mengikuti rekomendasi Komnas HAM sebagian atau seluruhnya. Dia menegaskan, hal ini penting mengingat ada berbagai pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK.

Anam mengingatkan, pelanggaran HAM itu salah satunya lahir karena proses tes yang melanggar hukum, terselubung, dan ada yang ilegal. Dia menegaskan, kondisi itu harus tetap dijadikan konteks dalam dasar kebijakan presiden Jokowi.

"Ide yang ditawarkan oleh Kapolri jika dipahami secara mendalam dapat diartikan sebagai sikap Presiden," katanya.

Lebih lanjut, dia mengungkit arahan Presiden Jokowi yang intinya pelaksanaan TWK dan peralihan status tidak boleh merugikan pegawai KPK. Anam mengatakan, arahan ini pula yang seharusnya menjadi salah satu dasar rekomendasi di samping putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Dari beberapa hal di atas, rekomendasi kami tetap kami jadikan rujukan utama. Dan kami berharap mendapat penjelasan langsung Presiden terkait substansi penjelasan Kapolri," katanya.

KPK resmi memecat 57 pegawai yang dinilai tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan TWK, termasuk penyidik senior Novel Baswedan. Pemberhentian tersebut berlaku efektif per 1 Oktober 2021 nanti.

TWK yang merupakan proses alih pegawai KPK menjadi ASN kemudian menjadi polemik. Ombudsman telah menemukan banyak kecacatan administrasi serta didapati sejumlah pelanggaran HAM oleh Komnas HAM.

Dalam perkembangannya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berkeinginan menarik 57 pegawai KPK yang tak lulus TWK sebagai ASN Polri. Menurut Kapolri, keinginannya itu telah disampaikan kepada Presiden Jokowi dan disetujui.

Listyo mengatakan, puluhan pegawai KPK itu akan ditarik Polri untuk memperkuat Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement