Kamis 19 Aug 2021 02:40 WIB

KPK Klaim Bakal Patuhi Hukum Soal Temuan Komnas HAM

KPK masih menanti putusan MA dan MK soal TWK.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Indira Rezkisari
Mahasiswa Palangkaraya yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Bersama KPK (Gebrak) berunjuk rasa di depan Kantor DPRD Provinsi Kalteng, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Jumat (2/7/2021). Dalam aksi tersebut mereka menolak adanya pelemahan lembaga KPK terkait polemik 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan akibat tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Foto: ANTARA/Makna Zaezar
Mahasiswa Palangkaraya yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Bersama KPK (Gebrak) berunjuk rasa di depan Kantor DPRD Provinsi Kalteng, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Jumat (2/7/2021). Dalam aksi tersebut mereka menolak adanya pelemahan lembaga KPK terkait polemik 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan akibat tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku akan taat hukum berkenaan dengan hasil pemeriksaan Komnas HAM yang menemukan pelanggaran hak asasi dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK). Lembaga antirasuah akan menghormati temuan Komnas HAM terkait TWK.

"Bahwa kami menyampaikan karena KPK ini adalah lembaga hukum tentu KPK akan taat pada hukum, keputusan hukum," kata Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar di Jakarta, Rabu (18/8).

Baca Juga

Sayangnya, Lili mengaku belum bisa memberikan tanggapan lebih lanjut terkait temuan tersebut. Dia mengatakan saat ini, KPK juga masih menunggu putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kini tengah diperkarakan di kedua lembaga tersebut.

Seperti diketahui, Komnas HAM menyimpulkan bahwa KPK telah melakukan pelanggaran HAM dalam proses asesmen TWK pegawai lembaga antirasuah tersebut. Komnas HAM menyebutkan bahwa ada 11 pelanggaran hak asasi yang dilakukan KPK.

TWK dinilai sebagai pelanggaran HAM karena telah melanggar dasar prinsip HAM, yakni perlakuan sama di depan hukum, non-diskriminasi, tidak merendahkan harkat dan martabat seseorang. Komnas HAM juga menilai bahwa TWK merupakan bentuk pengasingan terhadap para pegawai yang diberi label sebagai taliban.

Pelanggaran dalam pelaksanaan TWK sebelumnya juga sempat ditemukan oleh Ombudsman Republik Indonesia. Lembaga tersebut menemukan kecacatan administrasi dalam seluruh pelaksanaan peralihan status tersebut, termasuk penyisipan pasal dalam perkom nomor 1 tahun 2020 sebagai landasan TWK.

Meski demikian, KPK mengaku keberatan dengan temuan Ombudsman tersebut. Lembaga antirasuah itu juga enggan melaksanakan tindakan korektif yang dikeluarkan Ombudsman menyusul temuan maladministrasi dimaksud.

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menegaskan bahwa KPK tidak sepatutnya menolak tindakan korektif yang dilontarkan Ombudsman. Dia menjelaskan, hasil pemeriksaan Ombudsman tidak akan berpengaruh terhadap hasil putusan MA nanti.

"Sesuai Undang-Undang, Ombudsman menilai tindakan maladministrasi dari lembaga atau kementerian. tidak ada hubungannya dengan MA," kata Bivitri Susanti.

Dia menjelaskan, MA menilai norma sebuah peraturan, dalam hal ini perkom KPK nomor 1 tahun 2020 yang menjadi landasan hukum TWK. Lanjutnya, penilaian MA berdasarkan pada apakah perkom tersebut sudah sesuai dengan norma peraturan di atasnya atau tidak.

"Apapun hasil MA nanti, tidak ada pengaruhnya pada rekomendasi Ombudsman karena objek pemeriksaan dan wewenangnya memang beda," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement