REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Drone Emprit menyebut popularitas Ketua DPR RI Puan Maharani di berita media online (daring) dan media sosial meningkat. Hal itu berdasarkan sistem monitoring percakapan di platform online terkait 'perang baliho' antara elit parpol, salah satunya Puan Maharani.
Pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, menjelaskan hasil monitoring Drone Emprit 7 Juli 2021 sampai 7 Agustus 2021, dari sejumlah tokoh politik yang memasang baliho, hanya Puan yang popularitas atau eksposurnya di berita online dan Twitter bertengger di urutan empat besar. Eksposur masing-masing tokoh di berita daring dan Twitter mulai dari yang teratas, yakni Anies baswedan 43 persen berita daring dan 50 persen Twitter, Ganjar Pranowo 25 persen daring serta 27 persen di Twitter.
Berikutnya sosok Ridwan Kamil dengan 19 persen berita daring serta 12 persen Twitter dan Puan Maharani dengan 13 persen berita daring, untuk eksposur di Twitter sebesar 12 persen. "Anies paling banyak diserang di medsos, popularitasnya selalu tertinggi. Puan juga makin populer, lewat baliho yang banyak disindir dan jadi meme netizen," kata Ismail Fahmi.
Bahkan, kata Fahmi, tren popularitas Puan dalam sebulan terakhir hampir mengejar tren Ganjar. Fahmi menjelaskan bahwa popularitas merupakan gabungan percakapan yang bernada positif, negatif, dan netral.
"Tak peduli sentimennya apa," ucapnya.
Dari popularitas diharapkan nanti akan naik favorabilitas-nya (sentimen positif dan negatif), lalu dikapitalisasi jadi elektabilitas. "Teorinya begitu. Kenyataan di lapangan bisa bermacam-macam faktor yang berpengaruh," jelasnya.
Baca juga : Lukisan Debur Ombak di Pacitan Karya SBY Mengundang Pujian
Sementara itu, Direktur Eksekutif Cyrus Network Hasan Nasbi, menilai baliho atau billboard memberikan "efek oh" untuk pengenalan awal seorang tokoh politik. "Efek oh itu, maksudnya oh ada menteri namanya ini, oh ternyata ada ketua DPR yang namanya ini," kata Hasan.
Dijelaskan pula bahwa "efek oh" diperlukan sebagai awal, pengenalan, dari seorang tokoh, kemudian sisanya sang tokoh sendiri yang harus melengkapinya menjadi elektabilitas. Menurut Hasan elektabilitas tidak mungkin didapat tanpa pengenalan. Oleh karena itu, teknik konvensional lewat baliho bisa menjadi pembuka untuk pengenalan, kemudian dilanjutkan dengan teknik lain yang lebih canggih.
"Jadi, (baliho) menurut saya sah-sah saja dicoba," ucapnya.