REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, ikut buka suara terkait 75 pegawai lembaga antirasuah yang dinonaktifkan karena tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK). Menurut Febri, penonaktifan 75 pegawai menjadi kematian KPK dalam memberantas korupsi.
"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Keinginan menyingkirkan 75 pegawai KPK terbukti," ujar Febri melalui cuitan dalam akun twitter @febridiansyah dan sudah dikonfirmasi Republika, Selasa (11/5)
Febri menilai keputusan memberhentikan sementara 75 pegawai cenderung dipaksakan. "Tetap dipaksakan nonaktif sekali pun tak ada dasar hukum yang kuat. Apalagi, putusan MK menegaskan peralihan status jadi ASN tidak boleh merugikan pegawai KPK," kata Febri.
Sementara, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan pimpinan KPK Jilid V berhasil mengobrak-abrik KPK dengan berbagai kebijakan kontroversi. Salah satu misi yang berhasil yakni menyingkirkan para pegawai KPK yang memiliki jiwa integritas yang tinggi.
"Akhirnya misi utama pimpinan KPK berhasil, yakni menyingkirkan puluhan pegawai KPK yang selama ini dikenal berintegritas dan memiliki rekam jejak panjang selama bekerja di institusi antirasuah itu," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (11/5).
Selain itu, lanjut Kurnia, ICW juga meyakini motif di balik pemberhentian itu menyasar pada upaya pimpinan KPK untuk menghambat penanganan perkara besar yang sedang diusut oleh para pegawai KPK tersebut, mulai dari korupsi bansos, suap benih lobster, KTP-Elektronik, kasus eks sekretaris MA Nurhadi, dan lainnya. Tindakan dan keputusan pimpinan KPK ini jelas melanggar hukum.
"Sebab, melandaskan hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang hingga kini menjadi perdebatan sebagai dasar pemberhentian pegawai. Padahal TWK sendiri sama sekali tidak diatur dalam UU 19/2019, PP 41/2020, dan bertolakbelakang dengan perintah putusan Mahkamah Konstitusi, " tegas Kurnia.
Innalillahi wa inna ilaihi rajiun...
Keinginan menyingkirkan 75 Pegawai KPK terbukti. Tetap dipaksakan non-aktif sekalipun tak ada dasar hukum yg kuat. Apalagi Putusan MK menegaskan peralihan status jadi ASN tdk boleh merugikan pegawai KPK.https://t.co/RhBwqMxZpS
— Febri Diansyah (@febridiansyah) May 11, 2021
Dikonfirmasi terpisah, Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri membantah bahwa, pimpinan KPK telah menonaktifkan 75 pegawai yang tidak lulus TWK.
"Dapat kami jelaskan bahwa saat ini pegawai tersebut bukan nonaktif karena semua hak dan tanggung jawab kepegawaiannya masih tetap berlaku," kata di Jakarta, Selasa (11/5).
Ali mengatakan, pelaksanaan tugas pegawai yang bersangkutan selanjutnya berdasarkan atas arahan atasan langsung yang ditunjuk. Dia mengatakan, KPK saat ini tengah berkoordinasi secara intensif dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kemenpan RB terkait dengan tindak lanjut terhadap 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) dalam TWK tersebut.
Ali juga mengonfirmasi bahwa, KPK telah menyampaikan salinan hasil asesmen TWK kepada atasan masing-masing. Dia melanjutkan, hal itu agar hasil tersebut dapat disampaikan kepada 75 pegawai yang dinyatakan TMS tersebut.
Menurut Ali, salinan SK tersebut telah disampaikan mulai Selasa (11/5) ini. Sedangkan SK yang dimaksud diputuskan berdasarkan rapat yang dihadiri oleh pimpinan, Dewan Pengawas (Dewas) KPK dan pejabat struktural pada Rabu (5/5) lalu.
Dia menjelaskan, SK meminta agar para pegawai TMS menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya kepada atasan langsung sampai dengan ada keputusan lebih lanjut. Dia berdalih bahwa hal itu dilakukan guna memastikan efektivitas pelaksanaan tugas di KPK.
"Penyerahan tugas ini dilakukan semata-mata untuk memastikan efektivitas pelaksanaan tugas di KPK agar tidak terkendala dan menghindari adanya permasalahan hukum berkenaan dengan penanganan kasus yang tengah berjalan," katanya.