Kamis 29 Apr 2021 15:21 WIB

Teroris di Papua dan Rakyat Papua yang Diyakini Pro NKRI

Mahfud sebut situasi panas di Papua tidak disebabkan keinginan untuk merdeka.

Personel Brimob Polda Sumatera Selatan mengusung peti jenazah personel Batalyon C Res III Pas Pelopor Korbrimob Polri Bharada I Komang Wira Natha saat tiba di terminal kargo Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (28/4/2021). Anggota Satgas Nemangkawi Bharada I Komang Wira Natha tersebut gugur akibat tertembak oleh Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua di Kampung Makki, Distrik Ilaga Utara, Kabupaten Puncak, Papua pada Selasa (27/4) lalu.
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Personel Brimob Polda Sumatera Selatan mengusung peti jenazah personel Batalyon C Res III Pas Pelopor Korbrimob Polri Bharada I Komang Wira Natha saat tiba di terminal kargo Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (28/4/2021). Anggota Satgas Nemangkawi Bharada I Komang Wira Natha tersebut gugur akibat tertembak oleh Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua di Kampung Makki, Distrik Ilaga Utara, Kabupaten Puncak, Papua pada Selasa (27/4) lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Ali Mansur, Antara

Kontak senjata dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB), atau kini sudah dinyatakan sebagai teroris di Papua, telah telah menyebabkan jatuhnya korban masyarakat sipil, aparat hukum, termasuk para anggota KKB. Pemerintah mengatakan sudah menempuh berbagai cara, termasuk berdialog dengan tokoh-tokoh Papua.

Baca Juga

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyatakan dari hasil dialog para tokoh Papua meminta agar Papua dibangun secara lebih komprehensif dan menolak tindakan separatis. "Siapa bilang sulit dilakukan? Kita berdialog terus dengan tokoh-tokohnya," ungkap Mahfud dalam konferensi pers yang dilaksanakan di kantornya di Jakarta Pusat, Kamis (29/4).

Mahfud menjelaskan, tokoh-tokoh Papua yang ia maksud meliputi tokoh adat, tokoh masyarakat, dan tokoh gereja Papua. Selain itu, kepala pemerintahan daerah di Papua serta DPRD Papua juga datang ke kantornya untuk berdialog terkait masalah di Papua.

"Dialog kita. Dan mereka minta agar Papua itu dibangun secara lebih komprehensif. Mereka tetap menolak tindakan separatis," jelas Mahfud.

Dia juga mengatakan, masalah yang kini tengah ditangani di Papua bukan terkait kemerdekaan Papua, melainkan isu kesejahteraan dan hal lainnya. Karena itu, pemerintah telah menginstruksikan penyelesaian masalah Papua dilakukan dengan penyelesaian kesejahteraan, bukan penyelesaian bersenjata, lewat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2020.

"Yang menginstruksikan penyelesaian masalah Papua dengan penyelesaian kesejahteraan, bukan dengan penyelesaian bersenjata. Tidak ada gerakan atau tindakan bersenjata terhadap rakyat Papua. Tapi ada tindakan penegakkan hukum," ujar dia.

Terkait upaya pemberantasan terorisme di Papua, Mahfud menjelaskan, aksi itu akan dilakukan bukan terhadap rakyat Papua, melainkan terhadap segelintir orang yang melakukan pemberontakan dan tindakan separatisme secara sembunyi-sembunyi. Berdasarkan hasil survei yang ia dapatkan, lebih dari 92 persen masyarakat Papua pro terhadap Indonesia.

"Lebih dari 92 persen mereka pro Republik. Kemudian hanya ada beberapa gelintir orang yang melakukan pemberontakan secara sembunyi-sembunyi sehingga mereka itu melakukan gerakan separatisme yang kemudian tindakan-tindakannya merupakan gerakan terorisme," jelas Mahfud.

Pada kesempatan itu dia juga menyatakan pemerintah dan rakyat Indonesia berpedoman pada Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2504 tahun 1969 terkait status Papua. Karena itu, setiap tindak kekerasan di Papua yang memenuhi unsur di dalam Undang-Undang (UU) Terorisme akan dinyatakan sebagai gerakan teror.

"Sikap pemerintah dan rakyat Indonesia termasuk rakyat Papua itu sudah tegas, berpedoman pada Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2504 tahun 1969 tentang penentuan pendapat rakyat papua, maka Papua termasuk Papua Barat itu adalah bagian sah dari negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ujar Mahfud.

Mahfud mengatakan, ketika itu tidak ada satupun negara yang menolak Resolusi Majelis Umum PBB tersebut. Menurut dia, semua negara yang terlibat mendukung dan setuju hasil penentuan pendapat rakyat Papua pada tahun 1969 itu, yakni Papua dengan Paperanya sudah menjadi bagian sah dari NKRI.

"Oleh sebab itu, setiap kekerasan, tindak kekerasan, yang memenuhi unsur-unsur UU Nomor 5 Tahun 2018 kita nyatakan sebagai gerakan teror. Dan secara hukum pula kami akan segera memprosesnya sebagai gerakan terorisme yang tercatat di dalam agenda hukum kita," kata dia.

Mahfud menerangkan, berdasarkan laporan yang diformulasikan oleh Menteri Luar Negeri, saat ini tidak ada satupun forum resmi di dunia internasional yang mau membicarakan lepasnya Papua dari NKRI. PBB juga ia sebut tidak pernah melakukan pembahasan mengenai hal tersebut.

"PBB juga ndak pernah lagi, di forum-forum apapun tidak pernah. Bahwa mungkin ada orang yang datang ke sebuah parlemen lalu diterima tapi tidak diagendakan sebagai pengambilan keputusan, itu iya," jelas Mahfud.

Terkait pengerahan kekuatan dalam memburu organisasi teroris di Papua, pihak kepolisian berada di barisan paling depan. TNI akan melakukan bantuan penebalan pasukan dari pihak kepolisian tersebut.

"Akan dilakukan menurut undang-undang. Siapa itu yang melakukan? Satu, yang di depan itu polisi dengan bantuan penebalan dari TNI. Itu aja undang-undangnya," ujar Mahfud.

Dia mengatakan, aparat keamanan di Papua hanya akan menghadapi segelintir orang, bukan menghadapi rakyat Papua. "Itu tidak perlu banyak (pasukan) tinggal dikoordinasikan, menurut istilah Presiden kemarin, disinergikan saja jangan jalan sendiri-sendiri," jelas Mahfud.

Menurut Mahfud, dalam pelaksanaannya Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) dan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) setempat harus berkoordinasi dengan baik. Dalam berkoordinasi itu mereka berada di bawah bimbingan Kapolri dan Panglima TNI agar semua dapat terkoordinasi dengan jelas.

Untuk Badan Intelijen Negara (BIN), Mahfud menjelaskan, mereka akan diminta untuk melakukan kegiatan-kegiatan intelijen yang lebih bersifat politis. Maksud dari politis itu, di antaranya melakukan penggalangan diplomasi bersama Kementerian Luar Negeri terhadap negara yang menjadi tempat pelarian orang-orang yang berupaya melakukan separatisme.

"Politis itu misalnya penggalangan terhadap tokoh-tokoh, mengidentifikasi lokasi-lokasi, kemudian melakukan penggalangan diplomasi bersama Kemenlu terhadap negara-negara sekitar di Pasifik atau negara-negara lain yang menjadi tempat pelarian orang-orang separatis," kata dia.

Dia sebelumnya menyatakan telah meminta aparat keamanan untuk melakukan tindakan secara cepat, tegas, dan terukur terhadap organisasi teroris di Papua. Terukur artinya menurut hukum dan jangan sampai menyasar ke masyarakat sipil

"Pemerintah sudah meminta kepada Polri, TNI, BIN, dan aparat-aparat terkait segera melakukan tindakan secara cepat, tegas, dan terukur. Terukur menurut hukum dalam arti jangan sampai menyasar ke masyarakat sipil," ujar Mahfud.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement