REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Antikorupsi Indonesia (Maki) melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan penyimpangan penagihan pajak senilai Rp 1,7 triliun yang juga diduga terkait kasus pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan yang sedang diusut KPK.
"Saya datang ke KPK hendak melaporkan proses yang diduga terkait dengan inisial AP yang saat ini dicekal oleh KPK, yang saat ini diduga menerima suap berkaitan dengan pengurusan pajak dengan wajib pajak," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman di gedung KPK, Jakarta, Jumat (5/3).
Soal laporannya tersebut, Boyamin mengaku, mendapatkan data terkait orang sama yang saat ini sedang diusut KPK tersebut. Dia mengungkapkan, terdapat perusahaan menunggak pajak sekitar Rp 1,7 triliun yang terjadi sekitar 2017-2018.
"Saya kemudian mendapatkan data yang terkait dengan orang yang sama waktunya lebih jauh lagi sekitar tahun 2017-2018, di mana ada perusahaan besar yang menunggak pajak Rp 1,7 triliun," ungkap Boyamin.
Dikarenakan perusahaan itu tidak kooperatif membayar tunggakan pajak, lanjut dia, Menteri Keuangan kemudian menerbitkan izin untuk menyandera tiga pejabat perusahaan tersebut, yaitu komisaris berinisial DS, direktur utama berinisial WW, dan direksi berinisial AT.
"Kemudian yang disandera hanya satu orang DS bukan memegang saham tetapi jabatannya komisaris utama. Dia seakan-akan punya harta Rp 15 triliun sehingga dia harus membayar kewajibannya Rp 15 miliar atas pembayaran Rp 15 miliar itu kemudian dilepaskan dan hingga saat ini tagihan Rp 1,7 triliun tidak terbayar dan terhadap WW dan AT, dirut dan direksi tidak dilakukan penyanderaan hingga saat ini," ujar Boyamin.
Dengan demikian, kata dia, atas tidak ditagihnya tunggakan pajak Rp 1,7 triliun dan tidak disandera-nya dua orang tersebut, MAKI meminta KPK untuk menindaklanjutinya. "Dua orang yang lebih punya jabatan penting yang diduga pemegang saham itu, maka saya laporkan ke KPK untuk ditindaklajuti. Apakah ada dugaan suap-nya atau tidak," ujar Boyamin.