Jumat 04 Dec 2020 06:55 WIB

Wapres: Kondisi Fiskal Belum Memungkinkan untuk Pemekaran

Keuangan negara belum memungkinkan untuk membentuk daerah otonomi baru

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Wakil Presiden Ma
Foto: dok. KIP/Setwapres
Wakil Presiden Ma

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Presiden Ma'ruf Amin menjelaskan alasan Pemerintah masih memberlakukan kebijakan moratorium atau penundaan sementara pemekaran daerah. Ma'ruf mengungkap, kondisi fiskal atau keuangan negara belum memungkinkan untuk membentuk daerah otonomi baru (DOB).

Ma'ruf mengatakan keuangan negara masih diperlukannya pembiayaan prioritas-prioritas pembangunan nasional yang bersifat strategis seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan sumber daya manusia.

"Keuangan negara belum memungkinkan, kondisi kebijakan fiskal nasional sedang difokuskan untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional,” kata Ma'ruf saat menerima  Ketua Dewan Perwakilan Daerah di Istana Wapres, Jakarta, Kamis (3/12).

Sedangkan, DOB yang baru dimekarkan, kata Ma'ruf, biasanya belum mempunyai pendapatan sehingga anggaran sepenuhnya bergantung kepada Pemerintah Pusat. Hal ini juga yang menjadi pertimbangan utama Pemerintah sebelum membuka kembali usulan pemekaran daerah.

Berdasarkan hasil evaluasi Pemerintah dan laporan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) tahun 2019, sebagian besar dari 223 DOB yang dibentuk sejak tahun 1999 hingga 2014, masih tergantung pada APBN dan belum mampu mandiri.

Karena itu, saat ini pemerintah sedang melakukan analisis secara menyeluruh terkait dampak dan kebutuhan anggaran daerah persiapan. Pemerintah melakukan optimalisasi kebijakan yang bersentuhan dengan masyarakat sebagai bagian dari alternatif dan solusi masalah dari pemerintahan daerah sebelum pemekaran.

“Pemberian Dana Desa dalam APBN Tahun 2020 sebesar 71.2 triliun rupiah, dan dalam Rancangan APBN Tahun 2021 sebesar 72 triliun rupiah, atau naik sebesar 1.1 persen. Kemudian juga program pencegahan stunting, program jaminan sosial, dan perlindungan sosial lainnya,” kata Ma'ruf.

Namun demikian, Ma'ruf menyampaikan apabila nantinya pemerintah mencabut kebijakan moratorium ini, maka pembentukan DOB hendaknya dilakukan secara terbatas dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan negara dan evaluasi pembentukan daerah sebelumnya.

“Pembentukan DOB dilakukan secara terbatas dan berkaitan dengan kepentingan strategis nasional, kepentingan politik, dan kebutuhan masyarakat dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan negara, termasuk pertimbangan teknis lainnya sebagai hasil evaluasi pembentukan daerah sebelumnya,” katanya.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang turut mendampingi Wapres, menyebut pembentukan DOB memerlukan anggaran yang besar, seperti anggaran infrastruktur, gaji pegawai, dan program kegiatan belanja modal dan belanja barang. Untuk itu, dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara dan kondisi pandemi Covid-19 yang terjadi, maka hal tersebut akan memberikan kontraksi pada usulan pembentukan DOB.

“Kita melihat kemampuan fiskal kita saat ini mengalami kontraksi yang cukup dalam dengan adanya pandemi. Kapasitas fiskal ini mempengaruhi pembentukan strategi DOB,” kata Tito.

Sebelumnya, Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti dalam pertemuan dengan Wapres melaporkan sejumlah wilayah yang dinilai DPD layak untuk menjadi provinsi, selain Papua.

Ia mengatakan, kajian dan aspirasi yang diterima DPD, empat provinsi baru yang layak mendapat perhatian pemerintah adalah Provinsi Kapuas Raya di Kalimantan Barat, Provinsi Bolaang Mongondow Raya di Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Tapanuli Raya di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Madura di Provinsi Jawa Timur.

LaNyalla menyadari banyak DOB yang pendapatannya masih bergantung dana pusat. Karena itu, ia sependapat jika pemekaran wilayah harus dilakukan secara selektif dan harus berdasarkan kebutuhan teknis managerial untuk peningkatan pelayanan dan percepatan pembangunan.

"Sejalan dengan hal tersebut, bila kita melihat dari aspek geografis dari Sabang hingga Merauke, sudah sepatutnya kita bisa memetakan berapa sebenarnya jumlah Provinsi yang cocok dengan luasnya cakupan wilayah Indonesia saat ini," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement