REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri merekomendasikan agar DPR tidak memasukan usulan RUU yang berisiko terhadap resistensi publik dan belum ada konsensus di internal DPR ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2021. Ia menyarankan agar RUU yang dinilai belum terlalu urgen untuk didrop mengingat situasi pandemi saat ini masih terjadi.
"Kita bisa ambil contoh misalnya seperti RUU Ketahanan Keluarga, RUU Larangan Minuman Beralkohol," kata Ronald dalam diskusi secara virtual, Selasa (24/11).
Ia pun membandingkan dengan RUU Perubahan Undang-Undang Wabah, dan RUU Penanggulangan Bencana yang dinilai lebih relevan dan urgen dengan kondisi saat ini. Ronald juga meminta agar DPR mengidentifikasi RUU yang dianggap menopang secara langsung terhadap kebijakan penanggulangan pandemi.
"Usulan ini harus disertai dengan identifikasi atau evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan yang dalam kondisi sebaliknya yaitu menghambat upaya untuk menuntaskan adanya pandemi atau mengurangi dampak pandemi," ujarnya.
Selain itu, Ronald juga menyarankan agar DPR mengutamakan RUU yang terkait penguatan demokrasi. Terutama terkait hak asasi manusia dan penegakan hukum.
Dia menjelaskan untuk hak-hak berpolitik lembaga demokrasi mengalami peningkatan, tapi untuk kebebasan sipil mengalami penurunan. Oleh karena itu ia menilai perlu upaya menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap aktualisasi kebebasan sipil.
"Misalkan salah satunya adalah mendorong lahirnya undang-undang perkumpulan," ujarnya.
Kemudian dirinya juga merekomendasikan agar DPR lebih mengutamakan RUU yang kepentingannya lebih luas dan tidak tersegmenasi. Ia mencontohkan misalnya RUU yang mengatur di level profesi tertentu.
"Itu masih bisa diusulkan di tahun-tahun berikutnya, pilihlah RUU yang ini pemangku kepentingannya luas," ucapnya.