Rabu 04 Nov 2020 19:35 WIB

Mabes Polri: Pengakuan 'Petinggi Kita' Bukan dari Napoleon

Mabes Polri menegaskan frasa 'petinggi kita' dalam dakwaan Napoleon bukan dari BAP.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (2/11). Irjen Napoleon Bonaparte didakwa menerima uang sebesar 200.000 dollar Singapura dan 270.000 dollar Amerika Serikat atau Rp6,1 miliar untuk penghapusan red notice terhadap Djoko Tjandra. Republika/Thoudy Badai.
Foto: Reoublika/Thoudy Badai
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (2/11). Irjen Napoleon Bonaparte didakwa menerima uang sebesar 200.000 dollar Singapura dan 270.000 dollar Amerika Serikat atau Rp6,1 miliar untuk penghapusan red notice terhadap Djoko Tjandra. Republika/Thoudy Badai.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri kembali menegaskan tak ada pengakuan tentang uang untuk ‘petinggi kita ini’, dalam berkas acara pemeriksaan (BAP) terdakwa Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte. Namun, Karo Penmas Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Awi Setiyono, kali ini mengungkapkan, adanya pengakuan untuk ‘petinggi kita ini’, tersebut dalam BAP terdakwa lainnya, yang terlibat dalam kasus sama, suap-gratifikasi penghapusan red notice Djoko Tjandra.

“Kalau ditanyakan NB (Napoleon), itu di BAP (Napoleon), tidak ada yang menyatakan uang untuk ‘petinggi kita ini’. Tetapi, keterangan dari tersangka lainnya, ya ada,” terang Awi, saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (4/11).

Baca Juga

Pernyataan Awi kali ini, menambah penjelasan serupa yang ia sampaikan kepada wartawan, Selasa (3/11). Awi menegaskan, agar masyarakat memahami konteks.

Menurut dia, terkait terdakwa Napoleon, yang saat ini dituduh menerima uang Rp 7 miliar dari Djoko Tjandra via Tommy Sumardi, masih dalam pembuktian di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor). Terkait tudingan penerimaan uang, Napoleon, kata Awi, tak pernah mau mengakui. Karena itu, kata Awi, dalam BAP, tak ada pengakuan penerimaan tersebut.

Terkait tak mengaku itu, kata Awi, Napoleon, pun menurutnya tak mungkin menyampaikan frasa untuk ‘petinggi kita ini’, dalam BAP-nya. “Di BAP (Napoleon), tidak ada,” terang Awi.

Awi mengacu konfirmasi tim penyidikan di Bareskrim Polri. “Karena saat terakhir dilimpahkan ke JPU (Jaksa Penuntut Umum), tidak ada di sana pengakuannya,” terang Awi menambahkan.

Akan tetapi, Awi mengungkapkan, dari hasil pemeriksaan tim penyidik Bareskrim terhadap tersangka lainnya, ada pengakuan tentang Napoleon yang meminta uang Rp 7 miliar, untuk ‘petinggi kita ini’. “Kalau ditanya memang betul, ada di BAP tersangka lainnya,” kata Awi.

Kesaksian dan pengakuan tersangka lainnya, terkait pernyataan Napoleon itu, yang menurut Awi memungkinkan dituangkan dalam dakwaan. “Bahwasanya, alasan NB (Napoleon) meminta itu, untuk ini, untuk ini, untuk ini,” terang Awi.

Namun, Awi menegaskan, tak akan mengungkap siapa tersangka yang memberikan kesaksian dan pengakuan itu dalam BAP. Karena menurut dia, proses pengungkapan, dan pembuktian suap-gratifikasi red notice tersebut, sudah masuk ke ranah persidangan.

“Silakan ikuti pengadilannya. Nanti di sana (pengadilan), terbuka semua di sana. Karena kan di sana, diperiksa semua terdakwanya,” terang Awi.   

Kasus korupsi suap-gratifikasi penghapusan red notice Djoko Tjandra yang ditangani Bareskrim, menyorongkan empat terdakwa ke PN Tipikor. Selain Djoko, dan Napoleon, Tommy pengusaha rekanan terpidana korupsi hak tagih Bank Bali 1999 tersebut, juga diajukan ke persidangan.

Selain itu, ada rekan Napoleon sesama jenderal yakni, Brigadir Jenderal Polisi Prasetijo Utomo yang juga diajukan ke persidangan. Para tersangka itu, didakwa terkait pemberian, dan penerimaan uang senilai Rp 10 miliar, dalam bentuk mata uang asing untuk penghapusan status buronan Djoko Tjandra dalam daftar DPO Interpol dan Imigrasi.

In Picture: Djoko Tjandra Didakwa Menyuap 3 Aparat Negara Sebanyak 15 M

photo
 

Saat sidang pertama di PN Tipikor, Jakarta, Senin (2/11), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan kronologi pemberian, dan penerimaan uang tersebut. Dikatakan, Tommy sempat memberikan uang senilai 50 ribu dolar AS untuk Prasetijo, dan Napoleon.

Akan tetapi, Napoleon tak menerima nilai uang tersebut. Napoleon, selaku Kadiv Hubinter Polri, meminta Tommy menyediakan uang Rp 7 miliar untuk mengurus penghapusan Djoko Tjandra.

Dalam dakwaan, jaksa membacakan, “Ini apaan nih segini (50 ribu dolar)? Enggak mau saya. Naik, Ji, jadi tujuh (miliar), Ji.”

Napoleon, pun menyampaikan angka Rp 7 miliar tersebut, karena ada jatah lainnya, yang harus ia berikan kepada para petinggi di kepolisian. “Soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau, petinggi kita ini,” begitu kata Napoleon, seperti dalam dakwaan.

JAM Pidsus Ali Mukartono menegaskan, dakwaan Napoleon, mengacu pada berkas perkara Napoleon saat diperiksa penyidik di Bareskrim. Ali meyakinkan, tim penuntutannya, tak mungkin membuat dakwaan, berbasis ‘ramalan’.

Enggak mungkin. Pasti ada (dalam berkas perkara). Jaksa tahu dari mana (kalau tidak berdasarkan berkas perkara). Emang dukun dia (JPU-nya),” kata Ali, Selasa (3/11).

Ali pun memastikan, dakwaan buatan tim penuntutannya, berbasis pada berkas perkara. “Kalau enggak ada dalam berkas perkara, masa jaksa ngarang. Ya enggak mungkin. Surat dakwaan itu berdasarkan dari berkas perkara yang sah,” terang Ali.

Berkas perkara yang Ali maksud dalam kasus Napoleon, tentunya berasal dari berkas hasil penyidikan di Bareskrim. “Jadi enggak mungkin nggak ada (pengakuan Napoleon). Pasti ada. Karena surat dakwaan itu, berasal dari berkas perkara,” terang Ali menambahkan.

 

photo
Fakta Angka UU Cipta Kerja - (Infografis Republika.co.id)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement