REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono
Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte, kemarin, didakwa menerima 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS atau sekitar Rp 6 miliar dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Dalam dakwaan juga terungkap bahwa Napoleon sempat menyebut 'petinggi kita' yang semestinya juga kebagian jatah dari uang suap itu.
Napoleon menolak seluruh isi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu. Pengacara Haposan Batubara menegaskan, kliennya, tak mengakui fakta peristiwa yang disampaikan tim penuntutan dalam sidang dakwaan di PN Tipikor, Senin (2/11).
Dakwaan terhadap Napoleon, kata Haposan, hanya berbasis pengakuan dan kesaksian Tommy Sumardi yang menjadi terdakwa lain dalam kasus sama, dugaan suap-gratifikasi penghapusan red notice Djoko Tjandra. Tommy adalah perantaran Djoko Tjandra yang menyerahkan uang suap kepada Napoleon dan terdakwa lainnya, Brigadir Jenderal Presetijo Utomo.
“Pak Napoleon tidak terima dakwaan JPU itu. Karena semuanya itu, dakwaan untuk Pak Napoleon, kebanyakan cuma berdasarkan dari BAP-nya (berita acara pemeriksaan) Tommy Sumardi,” kata Haposan saat dihubungi Republika, dari Jakarta, Rabu (4/11).
Pengakuan Tommy dalam BAP-nya, itu yang menurut Haposan, dituangkan dalam dakwaan untuk Napoleon. Menurut Haposan, pengakuan Tommy itu pula, yang belakangan membuat selisih paham antara Mabes Polri, dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus). Selisih paham terkait frasa 'petinggi kita' yang diduga merujuk pada atasan Napoleon di Mabes Polri.
“Bahwa sampai hari ini, memang Pak Napoleon tidak menerima uang itu. Dan dipaksakanlah pengakuan Tommy Sumardi itu, ke dalam dakwaan (Napoleon),” klaim Haposan.
Menurut Haposan, Tommy Sumardi dalam BAP-nya, memang menyampaikan adanya peristiwa permintaan uang Rp 7 miliar oleh Napoleon. Haposan melanjutkan, pengakuan Tommy Sumardi itu pula yang menyebutkan, permintaan dari Napoleon tersebut, untuk dibagi-bagi kepada petinggi-petinggi lain yang ada di Mabes Polri.
Akan tetapi, Haposan meyakinkan, pengakuan Napoleon yang berbeda saat pemeriksaan. Dalam BAP Napoleon, tak ada pengakuan tentang permintaan uang tersebut. Pun, kata Haposan, Napoleon tak ada mengucapkan kalimat permintaan uang untuk dibagi-bagikan ke petinggi-petinggi lain di kepolisian.
“Makanya dari awal, Pak Napoleon itu berjanji akan membongkar, dan membuka semua itu. Karena dakwaan itu, berbeda dari kenyataannya. Pak Napoleon akan mengungkap itu di pengadilan nanti,” kata Haposan.
Terkait dengan adanya kemungkinan pemeriksaan tambahan terhadap Napoleon yang dilakukan tim JAM Pidsus, pelimpahan perkara oleh Bareskrim, pun Haposan menjelaskan itu tak pernah terjadi. Menurut dia, pelimpahan berkas perkara, dan tersangka dari Bareskrim ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel), dilakukan pada Jumat (16/10). Dan tim Kejari Jaksel, bersama JPU JAM Pidsus, melimpahkan berkas dakwaan Napoleon ke PN Tipikor, pada Jumat (23/10).
“Jadi tidak ada pemeriksaan lanjutan itu di kejaksaan. Karena setelah lima hari dilimpahkan, kejaksaan langsung melimpahkan kasusnya ke pengadilan (PN Tipikor),” terang Haposan.
Menurut Haposan, waktu jeda lima hari saat pelimpahan dari Bareskrim, ke Kejari Jaksel, dan PN Tipikor, tak cukup waktu bagi tim penuntutan untuk melakukan pemeriksaan tambahan terhadap Napoleon. “Tidak cukup waktunya Karena langsung dilimpahkan ke pengadilan,” terang Haposan.
In Picture: Djoko Tjandra Didakwa Menyuap 3 Aparat Negara Sebanyak 15 M
Sebelumnya, aksi saling bantah terjadi antara Karo Penmas Mabes Polri Awi Setiyono, dan JAM Pidsus Ali Mukartono terkait isi dakwaan Napoleon. Dalam dakwaan, JPU mengungkapkan adanya permintaan uang Rp 7 miliar dari Napoleon, kepada Tommy Sumardi, terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra dari daftar DPO Interpol dan Imigrasi.
Permintaan uang tersebut, setelah Napoleon tak terima dengan pemberian Tommy Sumardi senilai 50 ribu dolar AS. “Ini apaan nih segini (50 ribu dolar)? Enggak mau saya. Naik, Ji, jadi tujuh (miliar), Ji,” kata Napoleon seperti dikutip dari dakwaan yang dibacakan jaksa.
Napoleon, pun menyampaikan angka Rp 7 miliar tersebut, karena ada jatah lainnya, yang harus ia berikan kepada para petinggi di kepolisian. “Soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau, petinggi kita ini,” begitu kata Napoleon, masih seperti dalam dakwaan.
Pernyataan Napoleon seperti dalam dakwaan JPU itu, sempat dibantah oleh Awi, Selasa (3/11). Karena, kata Awi, pernyataan Napoleon yang disampaikan dalam dakwaan JPU itu, tak ada dalam BAP Napoleon saat dilakukan pemeriksaan oleh penyidik Bareskrim Polri. Awi menduga, pernyataan Napoleon yang ada dalam dakwaan JPU itu, pengakuan yang didapat tim pemeriksa pada JAM Pidsus, setelah pelimpahan berkas perkara sebelum diajukan ke persidangan.
Belakangan, Rabu (4/11), Awi kembali meyakinkan, permintaan uang untuk dibagi-bagikan ke petinggi-petinggi Polri itu, tak ada dalam BAP Napoleon. Namun, Awi mengungkapkan, pengakuan Napoleon tersebut, ada dalam BAP terdakwa lainnya.
Pernyataan Awi tersebut, sempat ditanggapi oleh JAM Pidsus Ali Mukartono. Ali menegaskan, dakwaan Napoleon, mengacu pada berkas perkara Napoleon saat diperiksa penyidik di Bareskrim. Ali meyakinkan, tim penuntutannya, tak mungkin membuat dakwaan, berbasis ‘ramalan’.
“Enggak mungkin. Pasti ada (dalam berkas perkara). Jaksa tahu dari mana (kalau tidak berdasarkan berkas perkara). Emang dukun dia (JPU-nya),” kata Ali, Selasa (3/11).
Ali pun memastikan, dakwaan buatan tim penuntutannya, berbasis pada berkas perkara. “Kalau enggak ada dalam berkas perkara, masa jaksa ngarang. Ya enggak mungkin. Surat dakwaan itu berdasarkan dari berkas perkara yang sah,” terang Ali.
Berkas perkara yang Ali maksud dalam kasus Napoleon, tentunya berasal dari berkas hasil penyidikan di Bareskrim.
“Jadi enggak mungkin nggak ada (pengakuan Napoleon). Pasti ada. Karena surat dakwaan itu, berasal dari berkas perkara,” terang Ali menambahkan.