Selasa 27 Oct 2020 11:59 WIB

Hakim Urai Kolaborasi Jahat Benny Tjokro di Kasus Jiwasraya

Benny Tjokro divonis hukuman penjara seumur hidup dalam kasus korupsi Jiwasraya.

Terdakwa Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokrosaputro saat mengikuti sidang lanjutan kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/9). (ilustrasi)
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Terdakwa Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokrosaputro saat mengikuti sidang lanjutan kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/9). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Antara

Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro akhirnya divonis hukuman penjara seumur hidup oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (27/10). Majelis hakim menilai, Benny terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas kasus pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (AJS).

Baca Juga

"Mengadili, menyatakan terdakwa  terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucuian uang. Menjatuhkan pidana penjara seumur hidup," kata Ketua Majelis Hakim, Rosmina saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/10).

Besaran vonis penjara itu sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung yang meminta agar Benny Tjokro divonis seumur hidup ditambah pidana denda sebesar Rp5 miliar subsider 1 tahun kurungan. Vonis tersebut berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan kedua dari pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Terdapat sejumlah hal yang memberatkan dalam perbuatan Benny Tjokro. Terdakwa dinilai terbukti melakukan korupsi secara terorganisir secara baik sehingga sulit mengungkap perbuatannya, terdakwa menggunakan tangan-tangan pihak lain dalam jumlah sangat banyak untuk menjadi nominee bahkan menggunakan KTP palsu untuk menjadi nominee dan menggunakan perusahaan-perusahaan yang tidak punya kegiatan untuk menampung usahanya.

Hal lain yang memberatkan adalah perbuatan Benny Tjorko dilakukan dalam jangka waktu lama. Perbuatan itu menyebabkan kerugian negara yang sangat besar dan secara langsung kerugian untuk nasabah Jiwasraya.

"Terdakwa menggunakan pengetahuan yang dimilikinya untuk merusak dunia pasar modal dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap pasar modal. Meski terdakwa bersikap sopan dan merupakan kepala keluarga tapi terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali sehingga sikap sopan dan status kepala keluarga terhapus dengan rasa tidak bersalah dan tidak menyesali perbuatan," ungkap hakim Rosmina

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta bahkan menyatakan tindakan  Benny Tjokrosaputro terbukti masuk ke dalam kategori kolaborasi jahat untuk melakukan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Padahal, dalam pembelaannya, Benny mengatakan, tidak ada bukti apa pun yang bias membuktikan dirinya melakukan perbuatan korupsi pada 2012-2018 karena baru sekali bertemu Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo.

"Tapi majelis hakim menilai terdakwa memang telah melakukan kolaborasi jahat yang utuh karena tidak perlu satu pihak mengenal dengan pihak lain seperti karakteristik penjualan saham," kata anggota majelis hakim Agus Salim.

Selain pidana pokok, Benny juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp6.078.500.000.000. Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti, paling lama dalam waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Dalam dakwaan pertama, majelis hakim menyatakan Benny Tjokrosaputro bersama-sama dengan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) 2008-2018 Hendrisman Rahim, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo, Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan 2008-2014, pemilik PT Maxima Integra Investama Heru Hidayat dan advisor PT Maxima Integra Joko Hartomo Tirto terbukti melakukan pengaturan investasi dengan membeli saham dan Medium Term Note (MTN) yang dijadikan portofolio PT. AJS baik secara direct, dalam bentuk kontrak pengelolaan dana (KPD), reksa dana penyertaan terbata (RDPT) maupun reksa dana konvensional. Berikut perincian pengaturan investasinya:

  1. Benny Tjokro bersama-sama Heru Hidayat dan Joko Hartono Tirto melakukan kesepakatan dengan Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan dalam pengelolaan investasi saham dan reksa dana PT AJS yang tidak transparan dan tidak akuntabel.
  2. Benny Tjokrosaputro, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan telah melakukan pengelolaan investasi saham dan reksa dana, tanpa analisis yang didasarkan pada data yang objektif dan analisis yang profesional dalam NIKP (Nota Intern Kantor Pusat), tetapi analisis hanya dibuat formalitas.
  3. Benny Tjokrosaputro, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan telah melakukan pembelian saham BJBR, PPRO dan SMBR walaupun kepemilikan saham tersebut telah melampaui ketentuan yang diatur dalam pedoman investasi yaitu maksimal sebesar 2,5 persen dari saham beredar.
  4. Benny Tjokrosaputro bersama Heru Hidayat melalui Joko Hartono Tirto serta pihak-pihak yang terafiliasi telah bekerja sama dengan Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan untuk melakukan transaksi pembelian dan/atau penjualan saham PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJBR), PT PP Property Tbk (PPRO), PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) dan PT SMR Utama (SMRU) dengan tujuan mengintervensi harga yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan investasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan likuiditas guna menunjang kegiatan operasional.
  5. Benny Tjokrosaputro bersama Heru Hidayat, Joko Hartono Tirto, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, Syahmirwan mengatur dan mengendalikan 13 manajer investasi untuk membentuk produk reksa dana khusus untuk PT. AJS, agar pengelolaan instrumen keuangan yang menjadi underlying reksa dana PT AJS dapat dikendalikan oleh Joko Hartono Tirto
  6. Benny Tjokrosaputro Hendrisman Rahim bersama-sama Hary Prasetyo dan Syahmirwan menyetujui meskipun mereka mengetahui bahwa transaksi pembelian penjualan instrument keuangan yang menjadi underlying pada 21 produk reksa dana yang dikelola 13 manajer investasi dikendalikan oleh Joko Hartono Tirto yang merupakan pihak terafiliasi dengan terdakwa Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan investasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan likuiditas guna menunjang kegiatan operasional perusahaan.
  7. Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat melalui Joko Hartono Tirto telah memberikan uang, saham dan fasilitas kepada Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan terkait dengan kerja sama pengelolaan investasi saham dan reksa dana PT. AJS tahun 2008 - 2018.

 

Perbuatan tersebut memperkaya terdakwa Benny Tjokrosaputro atau orang lain yaitu Heru Hidayat, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan atau suatu korporasi, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp16.807.283.375.000 sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK RI.

Dalam dakwaan kedua, hakim menyatakan, Benny Tjokro terbukti melakukan pencucian uang melalui perusahaan-perusahaan yang dikendalikannya yaitu PT Pelita Indo Karya, PT Royal Bahana Saksi, PT Royal Bahana Sakti, PT. Surya Agung Maju, PT Buana Multi Prima, PT. Lentera Multi Persada, PT. Mandiri Mega Jaya dan beberapa perusahaan lainnya.

Tim kuasa hukum Benny Tjokro, Bob Hasan menilai vonis dari hakim pemutus adalah vonis yang telanjur. Pihaknya pun berencana akan mengajukan banding.

"Telanjur karena jaksa sita aset Benny Tjokro. Telanjur karena tuntutan jaksa," kata Bob kepada Republika, Selasa (27/10).

Akibat ketelanjuran tersebut, Bob melanjutkan, prinsip hukum dinomorduakan demi membayar nasabah Jiwasraya. Sehingga, vonis hakim bertentangan sekalipun dari hak asasi manusia pun harus dilalui.

"Bagaimana seorang Benny Tjokro harus mempertanggungjawabkan transaksi repo ke Heru Hidayat di tahun 2015 dan Heru jual saham repo itu ke Jiwasraya, dan ditebus balik oleh Benny Tjokro melalui nominee-nya tahun 2016 merupakan cara- cara yang bertentangan dengan undang-undang," ujar Bob.

"Yang dianggap Beny Tjokro harus mempertanggungjawabkan yang bukan perbuatan dirinya atas manajer investasi yang sudah mengelola saham PT AJS sejak tahun 2008," tambahnya.

Tak hanya itu, sambungnya, putusan kerugian negara yang sebesar Rp 12 triliun kemudian dibebankan ke Benny Tjokro dibagi dua dengan Heru Hidayat pun, menurut Bob, adalah cara dan vonis yang bertentangan dengan asas kepastian hukum.

In Picture: Sidang Lanjutan Benny Tjokro di Pengadilan Tipikor

photo
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement