REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA, – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami penjualan saham perusahaan debitur terkait kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Pemeriksaan dilakukan terhadap seorang saksi berinisial YP pada 23 Oktober 2025.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa saksi YP memberikan keterangan mengenai kepemilikan dan proses penjualan saham perusahaan debitur tersebut. Meski begitu, identitas perusahaan masih dirahasiakan. "Untuk saat ini, kami belum bisa menyampaikan perusahaannya. Jadi, memang masih terus berprogres penyidikannya dan materi-materi substantif. Nanti kami akan sampaikan pada kesempatan berikutnya," ujar Budi kepada jurnalis, Kamis (23/10).
Selain itu, KPK juga memeriksa saksi lain berinisial IG yang dimintai keterangan mengenai proses permohonan hingga penggunaan hasil pencairan kredit dari LPEI. Pada 3 Maret 2025, KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, termasuk dua orang dari pihak LPEI dan tiga dari debitur PT Petro Energy.
Para tersangka dari LPEI adalah Direktur Pelaksana I Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana IV Arif Setiawan. Sementara itu, tiga tersangka dari PT Petro Energy adalah Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin, Direktur Utama PT PE Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT PE Susi Mira Dewi Sugiarta.
Pada 28 Agustus 2025, KPK juga menetapkan Hendarto sebagai tersangka dari klaster debitur PT Sakti Mait Jaya Langit dan PT Mega Alam Sejahtera dalam grup PT Bara Jaya Utama. Total terdapat 15 debitur yang terlibat dalam kasus ini, dengan dugaan kerugian negara mencapai lebih dari Rp11 triliun.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.