Rabu 07 Oct 2020 19:41 WIB

Ketum PBNU: UU Ciptaker Hanya Untungkan Konglomerat

'Kita harus melakukan judicial review, minta ditinjau ulang, tapi dengan cara elegan'

Rep: Muhyiddin/ Red: Agus Yulianto
Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj
Foto: republika TV/Havid Al Vizki
Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Prof KH Said Aqil Siradj mengatakan, Undang-Undang Cipta Kerja yang baru disahkan DPR RI pada Senin (5/10) lalu, tidak seimbang. Karena, menurut dia, yang terkandung di dalam undang-undang tersebut hanya menguntungkan konglomerat.

“Undang-undang cipta kerja namanya, disingkat Cilaka, itu jelas-jelas tidak seimbang, hanya menguntung satu kelompok, hanya menguntungkan konglomerat, kapitalis, investor, tapi menindas, menginjak kepentingan atau nasib para buruh, para petani, rakyat kecil,” ujarnya saat memberikan sambuatan secara virutal dalam kegiatan PKKMB Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta, Rabu (7/9).

Pengasuh Pondok Pesantren As-Tsaqafah ini menjelaskan, warga nahdliyin harus memiliki sikap tegas terhadap UU Cipta Kerja yang tengah menjadi kontroversial itu. Karena itu, dia mengajak, kepada seluruh warga NU agar mencari jalan keluar bersama dengan cara-cara yang elegan.

“Kita harus punya sikap yang tegas, dalam hal ini mari kita cari jalan keluar yang elegan, yang seimbang, tawasuth,” ucapnya.

Menurut dia, kepentingan konglomerat harus tetap dijamin keselamatannya, tapi rakyat kecil juga harus dijamin agar tidak merugi dengan adanya UU Cipta Kerja tersebut, khususnya yang menyangkut pertanahan, kedaulatan pangan, dan pendidikan.  

“Pendidikan dianggap lembaga seperti perusahaan, ini tidak benar. Kita harus melakukan judicial review, minta ditinjau ulang, tapi dengan cara elegan, bukan cara anarkis,” kata Kiai Said.

Dia menegaskan bahwa rakyat kecil tidak boleh dikorbankan dalam merumuskan undang-undang di negeri ini. Karena, menurut dia, dalam UUD 1945 pasal 33 telah ditegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam di Indonesia harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.  

Menurut Kiai Said, realisasi dari UUD tersebut  nyatanya sampai saat ini masih jauh panggang dari api dan hanya berupa tulisan di atas kertas belaka. “Apakah itu sudah terimplementasi?  sudah terealiasi? Sama sekali tidak, bahkan yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin,” tutupnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement