REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) melalui Tim Adyhaksa Monitoring Centre Intelijen dan Kejaksaan Tinggi Bengkulu menangkap buronan ke-66 selama 2020 yang juga mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Kota (BPBK) Kota Bengkulu, Imron Rosadi. Dia ditangkap dalam kapasitasnya sebagai terpidana dalam kasus tindak pidana korupsi senilai Rp 1,87 miliar.
"Terpidana ditangkap tanpa perlawanan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono melalui siaran persnya yang diterima Republika, Jumat (11/9).
Hari mengatakan tim gabungan kejaksaan itu meringkus terpidana Imron di Griya Alam Sentul Bogor, Jawa Barat, Jumat sekitar pukul 14.30 WIB. Rencananya, tim Kejaksaan akan memberangkatkan Imron ke Bengkulu guna menjalani masa hukuman penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bengkulu.
Diketahui, Imron merupakan mantan Kepala BPBK Kota Bengkulu yang terlibat kasus korupsi pekerjaan pembangunan tiga kantor kelurahan dan sembilan kecamatan Tahun Anggaran 2006-2007 Kota Bengkulu dengn kerugian mencapai Rp 1,87 miliar.
Hari mengungkapkan Mahkamah Agung RI telah memutus Imron bersalah berdasarkan Putusan MA Nomor : 379K/Pid.Sus /2012 tertanggal 14 Februari 2013.
MA menyatakan Imron bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan dijatuhi pidana penjara selama empat tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
Sementara itu, Bidang Intelijen Kejagung menggulirkan "Program Tangkap Buronan" (Tabur) 32.1 guna memburu buronan pelaku kejahatan baik yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) kejaksaan maupun instansi penegak hukum lainnya dari berbagai wilayah di Indonesia.