REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI Willy Aditya menyebut Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) akan mengatur sisi gelap internet. Willy menjelaskan RUU PDP bukan dirancang untuk membatasi kemajuan internet tersebut.
"Ini sudut pandang kita supaya jelas. Yang kami atur secara regulatif, bagaimana eksistensi hasrat untuk menguasai atas nama apapun, harus ada batasan dan harus ada kontrol. Baik itu pengawasan, in the name of national interest, atau apapun," kata Willy dalam diskusi daring yang digelar Forum Diskusi Denpasar12 di Jakarta, Rabu (9/9).
Willy mengatakan ranah yang paling prinsip dalam RUU PDP, yaitu harkat, martabat, kehormatan manusia itu harus dijunjung tinggi. Berkaitan dengan itu, manusia sesungguhnya perlu dilindungi hak privasinya.
Namun hak privasi itu, menurut Willy, kadang juga seolah-olah bertentangan dengan kenyataan (paradoksal). "Di satu sisi liberalisme atau kebebasan, ada hak-hak privasi. Tapi di satu sisi, suka tidak suka, senang atau tidak senang, sejak berkembangnya aplikasi sosial media, manusia secara sukarela membuka privasi-privasi itu," kata Willy.
Dia justru menanyakan RUU PDP itu mau melindungi jenis privasi yang mana. Willy membenarkan pernyataan Staf Ahli Menkominfo Henri Subiakto bahwa perihal seperti apa jenis data pribadi yang dilindungi dalam RUU PDP masih menjadi perdebatan.
Menurut Willy, data pribadi yang dilindungi sebaiknya bukan hanya data bersifat administratif atau formal, seperti nama, alamat, golongan darah, nama ibu kandung, dan sebagainya. Ia lebih setuju bila data yang dilindungi adalah data yang bersifat teknis dan dinamis, seperti data perilaku.
"Mengapa, karena itu yang kemudian abuse of power dalam proses politik, kasus Cambridge Analytica di Amerika. Ada Facebook bahkan Google, di Amerika, Australia, dan beberapa negara lain itu melakukan proses perdagangan data. (Perlindungan) data (seperti) itu yang harus benar-benar kita waspadai," kata Willy.
Sebagai anggota Panja RUU PDP DPR RI, Willy berpendapat bahwa RUU tersebut akan mengatur hal yang terus bergerak maju (dinamis). Bukan sekedar mengatur hal yang statis, sudah ada (existing), atau faktual terjadi hari ini.
Willy berpendapat bbahwa RUU PDP harus mampu melindungi data yang bersifat formal dan data yang bersifat teknis. Mengenai perlindungan data yang bersifat formal, Willy mengatakan negara tidak boleh melakukan lagi apa yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri dengan meminjamkan data kepada beberapa perusahaan.
"Kemendagri meminjamkan data kepada beberapa perusahaan. Itu suatu hal yang sudah meloncat terlalu jauh," kata Willy.
Willy berharap RUU PDP ini dapat mengatur kewenangan negara mengontrol data pribadi publik yang bersifat formal dan teknis tersebut di lembaga yang independen. Alasannya, kata Willy, karena General Data Protection Regulation (GDPR) yang diterapkan negara-negara Eropa juga mengatur pengontrolan itu dilakukan oleh lembaga independen.
Menurut Willy, lembaga independen akan lebih tepat mengawasi data-data tersebut dibanding Kementerian/Lembaga Negara.