Sabtu 29 Aug 2020 11:45 WIB

Kemenlu RI Bantu Pemenuhan Hak 2 ABK yang Dilarung di Laut

Kasus pelarungan ABK Indonesia ke laut dari kapal China mendapat perhatian publik.

Aktivis buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Greenpeace Indonesia melakukan aksi damai di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (27/8/2020). Mereka menuntut Presiden Joko Widodo untuk segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang perlindungan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan berbendera asing.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Aktivis buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Greenpeace Indonesia melakukan aksi damai di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (27/8/2020). Mereka menuntut Presiden Joko Widodo untuk segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang perlindungan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan berbendera asing.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia membantu pemenuhan hak dua anak buah kapal (ABK). Dua jasad ABK itu dilarung ke laut oleh kapten kapal penangkap ikan berbendera China, Long Xing 629, pada Desember 2019 dan Maret 2020.

Keluarga kedua ABK, yang bernama Sepri (24 tahun) dan Ari (24) menerima pemenuhan hak dari penyalur tenaga kerja PT Karunia Bahari Samudera (KBS) berupa gaji, deposit, santunan, dan asuransi.

“Hak-hak tersebut dipenuhi oleh PT KBS dalam dua pertemuan, masing-masing tanggal 13 Mei dan 27 Agustus 2020 di Kementerian Luar Negeri,” kata pihak kementerian lewat siaran tertulisnya, Sabtu (29/8), tanpa menyebut besaran hak finansial yang diterima ahli waris.

Seluruh hak, menurut kementerian, telah diserahkan kepada ahli waris sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan. “Pemenuhan hak ini terlaksana berkat kerja sama Kemenlu dan kementerian/lembaga terkait serta Serikat Pekerja Perikanan Indonesia,” kata Kemenlu.

Kasus pelarungan ABK Indonesia ke laut dari kapal Long Xing 629 mendapat perhatian publik setelah saluran televisi di Korea Selatan, MBC, pada 5 Mei 2020 memberitakan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap sejumlah anak buah kapal.

MBC melaporkan banyak ABK Indonesia tidak diperlakukan layak, tidak mendapatkan perawatan memadai saat sakit.

ABK Sepri merupakan korban pertama yang jasadnya dilarung ke laut pada 22 Desember 2019, sementara jasad Ari dilarung ke laut dari kapal Tian Yu 8 pada Maret 2020. Tidak hanya Sepri dan Ari, ABK Muhammad Alfatah juga meninggal dunia karena sakit dan jasadnya dilarung ke laut dari kapal ikan China, Long Xing 802.

Terakhir, ABK Effendi Pasaribu (21) yang juga bekerja di kapal ikan China, meninggal dunia di rumah sakit Kota Busan, Korea Selatan, pada April 2020.

Pemerintah Indonesia telah memulangkan 14 warganya yang bekerja di kapal Long Xing 629 pada Mei 2020. Beberapa pekan setelah belasan ABK itu kembali ke tanah air, Kepolisian Republik Indonesia menetapkan tiga orang sebagai tersangka dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atas kasus tersebut.

Tiga tersangka itu merupakan pegawai dan petinggi dari tiga perusahaan penyalur tenaga kerja, yaitu karyawan PT Alfira Pratama Jaya di Bekasi, William Gozaly; Direktur PT Sinar Muara Gemilang di Pemalang, Joni Kasiyanto; dan karyawan PT Lakemba Perkasa Bahari di Tegal, Kiagus M Firdaus.

Tiga tersangka itu diduga telah melanggar Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Sejauh ini, kepolisian belum menyampaikan keterangan apa pun terkait status PT KBS.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement