REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tim pengacara Djoko Tjandra mengakui celah lemah pihaknya dalam meyakinkan Majelis Hakim PN Jakarta Selatan (Jaksel) untuk menerima ajuan Peninjauan Kembali (PK) kliennya. Anggota tim pengacara, Andi Putra Kusuma mengatakan, pihaknya mengaku pasrah dengan apa pun putusan majelis hakim dari hasil persidangan awal yang sudah pungkas digelar, Senin (27/7).
“Memang, satu-satunya kendala utama dari PK yang diajukan klien kami adalah, ketidakhadiran klien kami sendiri,” kata Andi saat ditemui usai sidang PK Djoko Tjandra di PN Jaksel, Senin (27/7).
Menurut dia, kerap absen Djoko Tjandra dari awal sidang PK, membuatnya ragu hakim bakal meneruskan upaya hukum luar biasa itu ke Mahkamah Agung (MA).
“Tetapi, kita lihat nantinya seperti apa (putusan hakim). Apa pun putusannya, ya tetap harus diterima,” terang Andi.
Namun, ia meyakinkan, PK bukan upaya hukum sekali pakai. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 2014 memberi peluang pengajuan PK yang dapat disorongkan ke pengadilan berkali-kali. Akan tetapi, Andi memastikan akan memberikan koridor hukum yang pasti kepada kliennya, jika PK kembali diajukan.
Yaitu, kata dia, tentang konsistensi Djoko Tjandra, untuk memastikan kehadirannya di persidangan jika PK kembali diajukan. “Jadi mungkin laporan yang akan kami sampaikan kepada klien kami tentang hasil sidang ini, adalah bahwa jika nantinya pengadilan (PN Jaksel) menolak PK kali ini, kami akan menyampaikan kepada klien kami, bahwa jika ingin mengajukan PK kembali, bapak (Djoko Tjandra) harus hadir. Itu saja konsekuensinya,” kata Andi menambahkan.
In Picture: Sidang Lanjutan Permohonan PK Djoko Tjandra
Sidang awal pemeriksaan PK Djoko Tjandra selesai, pada Senin (27/7). Majelis hakim, belum dapat memberikan keputusan apakah menolak atau menerima ajuan PK buronan korupsi hak tagih Bank Bali 2009 tersebut.
Jika nantinya hakim menerima PK, keputusan tersebut akan diteruskan di MA untuk menjadi keputusan yang inkrah. Sebaliknya, jika hakim menolak, artinya upaya Djoko Tjandra untuk lepas dari status terpidana gagal.
Sementara jaksa termohon PK, dalam tanggapan persidangan meminta majelis hakim menolak permohonan Djoko Tjandra. Sebanyak 20-an lembar alasan yuridis jaksa kemukan ke persidangan agar majelis hakim menolak PK tersebut.
Salah satu alasan hukum yang jaksa ajukan yakni tentang inkonsistensi Djoko Tjandra dalam PK ajuannya sendiri. Kata jaksa, Djoko Tjandra sebagai pengaju PK, terbukti tak pernah muncul di persidangan. Padahal SEMA 1/2012, dan SEMA 4/2012 yang mengatur tentang PK, mewajibkan pemohon PK muncul dipersidangan.
Akan tetapi, sampai empat kali gelaran persidangan awal PK, tak ada nampak batang hidung Djoko Tjandra di hadapan hakim. Majelis hakim padahal sudah memberikan kesempatan kepada Djoko Tjandra untuk didengar permohonannya di hadapan majelis. Pada sidang PK pertama 29 Juni, Djoko Tjandra mengaku sakit.
Alasan serupa, pun dilayangkan pada persidangan 6 Juli. Hakim kembali memberi kesempatan terakhir saat sidang ketiga, 20 Juli. Tetapi, sampai persidangan akhir, Senin (27/7) Djoko Tjandra, pun tak diketahui keberadaannya.
Pernah sekali Djoko Tjandra mengirimkan surat permohonan tertulis pada sidang 20 Juli, agar majelis hakim menggelar sidang jarak jauh, atau darang. Tetapi, Ketua Majelis Hakim Nazar Effriandi, tegas menolak. Bagi jaksa, mangkirnya Djoko Tjandra selama sidang PK, merupakan pelecehan terhadap hukum. Bahkan dikatakan sebagai penghinaan terhadap hukum.