REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Persidangan pemeriksaan awal Peninjauan Kembali (PK) buronan Djoko Sugiarto Tjandra di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) pungkas, pada Senin (27/7). Majelis Hakim belum mengambil putusan apakah menolak atau menerima upaya hukum luar biasa ajuan terpidana korupsi hak tagih Bank Bali 2009 tersebut.
Tim jaksa termohon, pun tak sudi menandatangani berkas acara persidangan. Ketua Majelis Hakim Nazar Effriandi dalam sidang keempat PK mengatakan, menjadi hak jaksa termohon tak mau menandatangani berita acara persidangan. Namun, terang dia, majelis hakim pada kesimpulan untuk bermusyawarah, sebelum memutuskan menolak, atau memilih untuk meneruskan PK Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung (MA).
“Jadi bagaimana proses selanjutnya, Majelis Hakim berpendapat kita mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” begitu kata Nazar di persidangan, Senin (27/7).
Nazar menerangkan, persidangan PK Djoko Tjandra di PN Jaksel sudah mendengarkan semua pihak. Alasan hukum yang diajukan Djoko Tjandra sebagai pemohon PK lewat kuasa hukumnya, sudah disampaikan di persidangan awal. Tanggapan jaksa selaku termohon PK, pun sudah didengarkan.
Dari rangkaian tanggapan para pihak, giliran majelis pengadil yang akan berpendapat. Pendapat tiga anggota hakim tersebut, nantinya akan menjadi keputusan apakah menolak, atau meneruskan PK ke MA.
“Tidak ada perkara PK diputus di persidangan awal ini. Di persidangan ini, setalah pemohon memberikan pendapat, jaksa termohon juga memberikan pendapatnya. Selanjutnya, majelis hakim, juga akan memberikan pendapat. Semua pendapat itu, nantinya akan diputuskan sesuai dengan perundang-undangan,” terang Nazar.
Meski begitu, persidangan keempat tersebut, tak memberikan estimasi waktu kapan pendapat majelis hakim tingkat pertama itu, akan dibacakan di persidangan. Atas pernyataan majelis hakim tersebut, jaksa pun mengajukan keberatan.
Ridwan Hismawanto, selaku jaksa kordinator di persidangan menyatakan, tim termohon, menolak menandatangani berkas acara persidangan keempat. Alasan jaksa, karena semestinya majelis hakim sudah dapat mengambil keputusan menolak PK Djoko Tjandra.
“Dengan hormat Yang Mulia Hakim. Sikap kami, sangat jelas bahwa apabila persidangan ini diteruskan ke Mahkamah Agung, kami sangat menolak, dan kami tidak akan menandatangani BAP (berita acara persidangan) hari ini. Dan mohon untuk dibikinkan berita acara penolakan,” kata Ridwan.
Perdebatan antara majelis hakim, dan jaksa termohon, sudah terjadi sejak awal persidangan. Jaksa mengingatkan majelis hakim tentang putusan sementara dari gelaran persidangan sebelumnya. Gelaran sidang PK Djoko Tjandra, sudah empat kali digelar. Pertama kali pada 29 Juni, 6 Juli, 20 Juli, dan kali ini, pada Senin (27/7).
Jaksa mengingatkan putusan sementara majelis hakim tentang penundaan sidang 6 Juli, yang menyatakan agar Djoko Tjandra dihadirkan dalam persidangan 20 Juli. Ridwan menegaskan, pada sidang kedua waktu itu, majelis hakim juga menyatakan, persidangan ketiga pada (20/7), merupakan kesempatan terakhir bagi terpidana Djoko Tjandra hadir pada sidang PK.
“Majelis hakim menyatakan, apabila terpidana Djoko Tjandra tidak hadir, maka berkas PK akan ditolak,” kata Ridwan. Karena itu jaksa mengatakan, majelis hakim seharusnya memutuskan menolak PK Djoko Tjandra, pada persidangan Senin (27/7).
“Karena Yang Mulia Hakim, sudah menyatakan dalam persidangan 6 Juli, bahwa persidangan selanjutnya adalah kesempatan terakhir bagi Djoko Tjandra,” terang Ridwan.
Akan tetapi, Ridwan menilai, majelis hakim, memutuskan kembali menunda persidangan sampai Senin (27/7). Pada persidangan terakhir, Senin (27/7), pun kata Jaksa Ridwan, Majelis Hakim tetap tak mengambil keputusan menolak PK.
“Jadi seharusnya Majelis Hakim sudah dapat menolak di persidangan hari ini (27/7),” terang Jaksa Ridwan.
Menurut Ridwan, dalam tanggapan termohon, jaksa pun sudah menyampaikan alasan hukum agar majelis hakim menolak PK. Dalam tanggapan yang dibacakan, Senin (27/7) lima tim jaksa bergantian menyampaikan, PK Djoko Tjandra harus ditolak karena tak memenuhi syarat mutlak PK itu sendiri.
Jaksa berpendapat, PK mengharuskan Djoko Tjandra sebagai pemohon, ataupun ahli warisnya hadir dalam persidangan. Ketentuan tersebut tegas dalam SEMA 1/2012, dan SEMA 4/2012.
Namun, empat kali persidangan, Djoko Tjandra sebagai pemohon PK, tak pernah tampak batang hidungnya. Padahal, Ridwan menerangkan, Djoko Tjandra sendiri yang mengajukan PK atas kasusnya pada 8 Juni 2020. Mangkirnya Djoko Tjandra atas PK ajuannya sendiri, jaksa nilai sebagai sikap merendahkan hukum, dan penghinaan terhadap pengadilan Indonesia.
“Bahwa tindakan pemohon Djoko Tjandra tersebut tidak menghormati hukum, dan merendahkan pengadilan, atau contempt of court,” kata Ridwan.
Ketidakhadiran Djoko Tjandra dengan alasan sakit, dan dalam perawatan kesehatan, pun tak dapat diterima. Tim jaksa menegaskan, tak ada bukti yang diajukan Djoko Tjandra, ataupun tim kuasa hukumnya, tentang kondisi kesehatan buronan tersebut. Alih-alih meyakini alasan sakit, jaksa meminta majelis hakim memerintahkan tim dokter negara memeriksa kondisi Djoko Tjandra untuk memastikan kesehatannya.