Jumat 10 Jul 2020 15:15 WIB

Kasus Dugaan Korupsi Hasil OTT KPK Terhenti di Tangan Polri

Kasus dugaan gratifikasi THR bermula saat Itjen Kemendikbud bersama KPK melakukan OTT

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Mas Alamil Huda
KPK, MABES POLRI, KEJAKSAAN AGUNG (Ilustrasi)
KPK, MABES POLRI, KEJAKSAAN AGUNG (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengaku tak heran dengan penghentian penyelidikan oleh Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan korupsi pemberian tunjangan hari raya (THR) yang diduga melibatkan Rektor UNJ Komarudin. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mengatakan, sejak awal ICW sudah menduga bahwa kasus suap dengan dalih THR yang diduga melibatkan Rektor UNJ ini akan menguap begitu saja.

"Sebab, sedari awal KPK sudah terlihat tidak profesional dan terkesan takut untuk menindak Rektor UNJ," kata Kurnia dalam pesan singkatnya, Jumat (10/7).

Kasus dugaan gratifikasi THR tersebut bermula saat Inspektorat Jenderal Kemendikbud bersama KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 20 Mei 2020. Tim KPK bersama Itjen Kemendikbud menangkap Kepala Bagian Kepegawaian UNJ Dwi Achmad Noor saat membawa uang ke kantor Kemendikbud.

Uang itu hendak diserahkan kepada Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti Kemendikbud dan beberapa staf SDM di Kemendikbud. Barang bukti yang disita sebesar 1.200 dolar Amerika dan Rp 27.500.000.

KPK sempat menyebut dugaan keterlibatan Rektor UNJ dalam pengumpulan uang tersebut. Namun, KPK saat itu menyatakan tidak menemukan unsur penyelenggara negara dalam kasus tersebut dan langsung melimpahkannya kepada pihak kepolisian.

Kurnia menuturkan, berdasarkan rilis yang disampaikan oleh Deputi Penindakan KPK, Karyoto, sebenarnya sudah terang benderang menyebutkan bahwa Rektor UNJ mempunyai inisiatif melalui Kepala Bagian Kepegawaian UNJ untuk mengumpulkan uang THR kepada Dekan Fakultas dan lembaga di UNJ agar nantinya bisa diserahkan ke pegawai Kemendikbud. 

"Pada bagian ini saja setidaknya sudah ada dua dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi, yakni praktik pemerasan dan suap," ujar Kurnia. 

Kedua, kata dia, polemik terkait tidak adanya unsur penyelenggara negara sebagaimana disampaikan oleh KPK patut dinilai sebagai alasan yang terlalu mengada-ngada. Sebab, Pasal 2 angka 7 UU 28/1999 sudah menyatakan bahwa Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri dikategorikan sebagai penyelenggara negara. 

"Maka dari itu, dengan mengaitkan dua argumentasi di atas dengan Pasal 11 ayat (1) UU 19/2019 sebenarnya KPK dapat menindaklanjuti kasus tersebut," ucapnya.

ICW menilai, semenjak KPK dipimpin oleh Komjen Firli Bahuri, lembaga anti rasuah ini telah mengalami banyak perubahan yang berorientasi pada penurunan kinerja dalam pemberantasan korupsi. Untuk itu, publik rasanya memang harus menurunkan ekspektasi pada KPK. 

"Sebab, jika untuk menindak pejabat univeritas saja takut, bagaimana mungkin masyarakat berharap KPK akan berani memproses elit kekuasaan yang terlibat praktik korupsi? Tentu mustahil," kata Kurnia.

Dalih kepolisian untuk menghentikan penyelidikan kasus ini pun berbanding terbalik dengan alasan KPK. Satu sisi kepolisian mengatakan perbuatan tidak memenuhi unsur tindak pidana korupsi, sedangkan KPK menggunakan alasan tidak adanya keterlibatan oknum penyelenggara negara. 

"Padahal, ICW sedari awal meyakini kasus ini telah memenuhi seluruh unsur dalam ketentuan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni perbuatan berupa pemerasan dan suap yang dilakukan oleh penyelenggara negara," tegas Kurnia.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, penghentian penyelidikan kasus dugaan pemberian THR yang melibatkan Rektor UNJ Komarudin oleh Polda Metro Jaya merupakan kewenangan pihak kepolisian. KPK, kata Ali, menghargai upaya Polda Metro Jaya yang telah memeriksa sedikitnya 44 saksi dan dua ahli pidana selama penyelidikan berlangsung. 

"KPK sesuai ketentuan Pasal 11 UU KPK telah melimpahkan kasus tersebut kepada Kepolisian RI dan tentu penghentian penyelidikan tersebut menjadi kewenangan Polda Metro Jaya," ujar Ali Fikri ketika dikonfirmasi.

Selama proses hukum berlangsung pun KPK juga telah melakukan supervisi dengan memfasilitasi sejumlah saksi dan ikut hadir dalam gelar perkara hasil penyelidikan tersebut.

"KPK sebelumnya juga telah melakukan supervisi dengan antara lain fasilitasi saksi-saksi dan ikut pula pada gelar perkara terhadap hasil penyelidikan tersebut," ujar Ali Fikri.

Lantaran penyelidikan dihentikan, Polda Metro Jaya menyerahkan kasus tersebut ke Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbud selaku Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP). 

Ditreskrimsus Polda Metro Jaya sebelumnya telah memutuskan untuk menghentikan penyelidikan dugaan korupsi yang diduga melibatkan Rektor UNJ Komarudin. Penghentian penyelidikan dilakukan lantaran tak ditemukan adanya indikasi korupsi dalam kasus tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement