Senin 06 Jul 2020 16:58 WIB

Dugaan Adanya Oknum Pejabat Loloskan Djoko Tjandra

Majelis hakim PN Jakarta Selatan mengungkap saat ini Djoko Tjandra ada di Malaysia.

Djoko Tjandra
Foto: Supplied: Kinibiz.com
Djoko Tjandra

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Bambang Noroyono, Antara

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyebut adanya oknum pejabat yang berperan dalam masuknya buron korupsi Djoko Tjandra ke Indonesia. Oknum itu membuat Djoko Tjandra lolos dan tak terdeteksi masuk ke Indonesia.

Baca Juga

"Oknum baik di dalam maupun di luar," ujar Sahroni saat Komisi III DPR RI berkunjung ke Kejaksaan Agung pada Senin (6/7).

Saat ditanya lebih lanjut soal oknum yang dimaksud, politikus Nasdem itu enggan bicara lebih lanjut. Ia enggan menjelaskan penegak hukum mana yang membuat buron kasus korupsi Djoko Tjandra sampai lolos ke Indonesia dan mendaftar Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri.

"Saya tidak bisa sebutkan spesifik ke dalam polisi, kejaksaan, atau sekali pun di BIN misalnya tapi ada oknum di dalamnya yang aktif menyelamatkan Djoko Tjandra masuk," kata dia.

Pada Senin (6/7) ini, Djoko yang merupakan terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali ini tidak menghadiri sidang permohonan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan dalih sakit. Sidang pun mengalami penundaan dan dijadwalkan kembali pada 20 Juli 2020.

Terkait ketidakhadiran Djoko, Sahroni meminta aparat untuk mengecek kebenaran alasan sakit tersebut. "Per hari ini dia tidak datang ke sidang katanya sakit. Saya minta penegakan hukum untuk dicek ulang apakah benar sakit atau hanya mengulur waktu," kata Sahroni.

Selain Sahroni, beberapa anggota Komisi III DPR yang masuk ke dalam Panitia Kerja Penegakkan Hukum Komisi III DPR RI menemui Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin. Mereka membahas PK yang diajukan Djoko Tjandra.

"Iya, nanti akan dibahas juga soal Djoko Tjandra dan beberapa penegakan hukum lainnya," tutur Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin.

Komisi III DPR mempertanyakan mengapa Djoko Tjandra berhasil mengajukan upaya PK ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, tetapi tidak terdeteksi oleh Kemenkumham. Menurut Desmond, Kemenkumham telah kecolongan dan membuat buronan Djoko Tjandra bisa bebas keluar masuk ke Indonesia serta mengajukan upaya hukum PK.

"Kecolongan mengenai masuknya Djoko Tjandra itu bukan wilayah Jaksa Agung, tetapi wilayah Menkumham," ucapnya.

photo
Ketua Majelis Hakim Nazar Effriandi (kedua kanan) memimpin sidang permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (6/7/2020). Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda sidang tersebut karena Djoko Tjandra dikabarkan sakit. - (Antara/Reno Esnir)

Djoko di Malaysia

Sidang PK Djoko Tjandra di PN Jakarta Selatan hari ini ditunda lantaran Djoko sebagai pemohon tidak hadir. Namun, ketidahadiran Djoko itu justru mengungkap keberadaan sang buron.

“Jadi kepada awak media ya, bahwa hari ini, dari kuasa pemohon dinyatakan bahwa Djoko Tjandra tidak bisa hadir karena sakit. Dan ada surat keterangan sakit dari tim dokter rumah sakit di Kuala Lumpur (Malaysia),” kata Ketua Majelis Hakim PK Nazar Effriandi di PN Jakarta Selatan, Senin (6/7).

Menurut Nazar, surat keterangan tersebut, dikeluarkan pada 30 Juni 2020 dan berlaku sampai 8 Juli 2020.

“Di mana dalam surat ini, diterangkan bahwa Djoko Tjandra ini, dalam masa perawatan istilahnya. selama delapan hari, terhitung tanggal  satu bulan tujuh 2020, sampai tanggal delapan bulan tujuh 2020,” terang Nazar.

Sebab itu, kata Nazar, Majelis Hakim terpaksa kembali menunda persidangan sampai 20 Juli 2020 mendatang. Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan (Jaksel) Ridwan Hiswanto selaku kordinator penuntutan dalam kasus ini menerangkan, keterangan sakit Djoko Tjandra yang disampaikan ke Majelis Hakim, memastikan keberadaan buronan tersebut.

“Kalau kita melihat apa yang disampaikan pengacara pemohon (Djoko Tjandra) tadi, ya itu dia (Djoko Tjandra) sudah dipastikan berada di Malaysia,” ujar dia saat ditemui usai sidang di PN Jaksel, Senin (6/7).

Ridwan mengaku tak dalam kapasitas menilai surat keterangan sakit dan dalam perawatan Djoko Tjandra itu, asli atau palsu. Yang pasti, kata dia, keterangan tersebut dapat dijadikan deteksi positif tentang di mana keberadaan buronan tersebut.

Namun kata dia, meski sudah diketahui pasti keberadaan Djoko Tjandra, tak serta merta Kejaksaan dapat melakukan eksekusi. Karena menurut dia, keberadaan buron yang sudah berada di wilayah negara lain, memerlukan teknis nonhukum.

“Seharusnya memang bisa langsung dieksekusi. Tetapi, ini kan di negara orang (Malaysia). Perlu (hubungan) bilateral dengan Malaysia,” kata Ridwan.

Namun ia menambahkan, saat ini Kejaksaan dalam konklusi status Djoko Tjandra, sebagai buronan terpidana korupsi yang harus menyerahkan diri, atau ditangkap atas nama hukum.

“Kalau yang bersangkutan ada di Indonesia, pasti langsung kita eksekusi untuk ditangkap,” terang dia.

Djoko Tjandra, salah satu buronan korupsi yang paling dicari oleh otoritas hukum di Indonesia. Kejaksaan Agung (Kejakgung) memasukkan namanya menjadi buronan setelah Mahkamah Agung (MA) 2009, memvonisnya bersalah dalam kasus cessie Bank Bali yang merugikan negara senilai Rp 904 miliar. MA menghukumnya selama 2 tahun penjara. Namun sehari sebelum putusan MA, Djoko Tjandra kabur ke Papua Nugini.

Pada Juni 2020 lalu, Djoko Tjandra dikabarkan sudah kembali di Indonesia. Ia pun mengajukan PK atas kasusnya ke PN Jakarta Selatan. Persidangan PK, seharusnya dimulai pada 29 Juni lalu, dan hai ini (6/7). Akan tetapi, dua kali persidangan, Djoko Tjandra tak hadir dalam persidangan.

Pengacara Andi Putra Kusuma selaku kuasa hukum Djoko Sugiarto Tjandra menyatakan, sejak 2012 Djoko Tjandra sudah tidak tercatat sebagai DPO (daftar pencarian orang) berdasarkan keterangan dari Kementerian Hukum dan HAM. Status DPO kembali disematkan kepada Djoko oleh Imigrasi pada tanggal 27 Juni 2020, begitu juga dengan daftar merah pemberitahuan (red notice) Interpol dan pencekalan.

"Sebelumnya dari 2014 enggak ada (status). Karena permohonan jaksa kan dari berlaku enam bulan. Permohonan terakhir dari jaksa itu diajukan pada tanggal 29 Maret 2012," kata Andi.

Menurut Andi, Kemenkumham juga sudah menghapus nama Djoko Tjandra dari sistem perlintasan pada Mei 2020.

"Artinya, kalau Pak Djoko masuk ke Indonesia tanggal 8 Juni tidak ada pencegahan. Jadi dari mana saya menyeludupkan sedangkan untuk bisa ke pengadilan ini kan baris depannya pemerintah banyak banget, ada imigrasi dari kepolisian itu semua dilewati sebelum sampai di sini," kata Andi.

photo
Tren vonis ringan terdakwa korupsi pada 2019 - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement