Senin 08 Jun 2020 14:11 WIB

RUU Pemilu Dianggap Kembali ke Orba, Gus Yaqut: Beda Dong

Wakil Ketua Komisi II DPR bantah tudingan RUU Pemilu kembali ke masa Orde Baru.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Bayu Hermawan
Gus Yaqut
Foto: istimewa
Gus Yaqut

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR Yaqut Cholil Qoumas membantah anggapan partai-partai non parlemen yang menilai bahwa RUU Pemilu merupakan upaya untuk mengembalikan sistem pemilu tiga partai seperti di era orde baru (orba). Ia menganggap tudingan tersebut tidaklah tepat.

"Ya beda dong. Kalau jaman orba kan penyederhanaannya dilakukan dengan paksa melalui fusi. Kalau mekanisme PT (parlimentary threshold) ini kan melalui seleksi alamiah yang disebut pemilu," kata pria yang akrab disapa Gus Yaqut tersebut melalui pesan WhatsApp kepada Republika.co.id, Senin (8/6).

Baca Juga

Politikus PKB tersebut juga menjawab tudingan yang mengatakan dinaikannya besaran ambang batas parlemen, dinilai sebuah upaya untuk menyulitkan partai-partai baru dan yang tidak lolos parlemen 2019 lalu untuk bisa lolos ke parlemen pada 2024 mendatang. Gus Yaqut mengimbau agar partai-partai tersebut bekerja lebih keras untuk bisa lolos ke Senayan.

"Makanya, mereka harus berkerja lebih keras. Kalau mereka tidak bisa masuk parlemen karena tidak banyak yang memilih, jangan disalahkan sistemnya dong. Bukankah ketika mereka masuk ke gelanggang, mereka sudah tahu rule of the game dan resikonya? Kok begitu nggak lolos, main tuding seperti itu? Jangan ambigu dalam bersikaplah," tegasnya.

Sebelumnya Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Bulan Bintang (PBB) Afriansyah Ferry Noor menolak keras Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu yang saat ini tengah disusun DPR. Dirinya memahami bahwa partai-partai besar ingin kembali seperti ke zaman orde baru (orba) yang hanya ada tiga partai saja. Padahal menurutnya pada masa reformasi kini hal tersebut sudah diubah menjadi sistem multi partai.

"Nah sekarang mau mereka buat zaman orba lagi, di mana letak demokrasinya?," ungkapnya.

Sementara itu Sekjen Hanura I Gede Pasek Suardika menilai semangat RUU Pemilu bukan untuk membuat demokrasi ke depan semakin berkualitas, tetapi hanya mengutak-atik aturan untuk mengurangi pesaing. "Betapa banyak suara rakyat akan hilang hanya karena isi pasal untuk membangun oligarki partai," kata Pasek saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (7/6).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement