Rabu 22 Jan 2020 00:03 WIB

Dewan Pengawas Keberatan Pemirsa TVRI Nonton Buaya Afrika

Dewan Pengawas tak setuju TVRI menayangkan Discovery Channel.

Rep: Arif Satrio Nugroho, Antara/ Red: Andri Saubani
Ketua Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik TVRI Arief Hidayat (tengah) bersama anggota Made Ayu Dwie Mahenny (kiri), Maryuni Kabul Budiono (kedua kiri), Pamungkas Trishadiatmoko (kedua kanan) dan Supra Wimbarti (kanan) bersiap mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (21/1/2020).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Ketua Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik TVRI Arief Hidayat (tengah) bersama anggota Made Ayu Dwie Mahenny (kiri), Maryuni Kabul Budiono (kedua kiri), Pamungkas Trishadiatmoko (kedua kanan) dan Supra Wimbarti (kanan) bersiap mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (21/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Komisi I DPR RI melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dewan Pengawas TVRI untuk membahas kasus pemecatan mantan Direktur Utama TVRI Helmi Yahya, Selasa (21/1) siang. Salah satu poin yang dituduhkan Dewas sehingga berbuah pemecatan Helmy adalah lantaran TVRI dianggap tak sesuai tupoksi.

Selama dipimpin Helmy, sejumlah pihak menilai TVRI berhasil melakukan rebranding agar dapat lebih dinikmati oleh masyarakat. Namun, pandangan tersebut berbanding terbalik dengan penilaian Dewas.

Baca Juga

"Realisasinya sekarang kita nonton Liga Inggris mungkin banyak yang suka, Discovery Channel kita nonton buaya di Afrika, padahal buaya di Indonesia barang kali akan lebih baik," kata Ketua Dewan Pengawas TVRI, Arief Hidayat Thamrin.

Arief mengatakan, bahwa saat TVRI di bawah pimpinan Helmy Yahya banyak program dan film asing yang sebagian berbayar dan sebagian gratis. Ia menilai apa yang dilakukan Helmy seperti mengejar rating layaknya televisi swasta.

"Seolah-olah direksi mengejar rating dan share seperti TV swasta dan kita ada APBN harus bayar dalam bentuk membayar keluar negeri dalam bentuk hal ini BWF, Discovery, dan Liga Inggris, artinya uang rupiah kita APBN dibelanjakan keluar. Padahal Presiden menyatakan dibatasi dan ini terjadi," katanya.

Arief mengklaim telah mendapat banyak masukan dari pengamat dan akademisi bahwa seharusnya TVRI lebih mengedepankan program edukasi, sosialisasi program negara, hingga menejemen bencana.

"Tupoksi sesuai visi misi TVRI adalah televisi publik, kami bukan swasta. Jadi yang paling utama adalah edukasi, jati diri, media pemersatu bangsa. Prioritas programnya juga seperti itu," ujar Arief.

"Sempat ketika ada banjir, kami sedang menayangkan Discovery Channel. Ini kami dapat protes dari publik, "Kok banjir-banjir, Dicovery Channel-nya tayang terus, enggak peduli banjir?". Ini sangat miris, kami sudah tegur, ternyata direksi melanjutkan," kata dia melanjutkan.

Pimpinan Dewan Pengawas TVRI yang hadir adalah Arief Hidayat Thamrin, Supra Wimbarti, Maryuni Kabul Budiono, Pamungkas Trishadiatmoko, dan Made Ayu Dwie. Jajaran Komisi I DPR RI yang hadir adalah Wakil Ketua Komisi I Fraksi PKS Abdul Kharis Almasyhari, Wakil Ketua Komisi I Fraksi Partai Gerindra, Bambang Kristiono, Dave Laksono, Syarif Hasan, hingga Efendi Simbolon.

Dalam keterangan persnya pekan lalu, Helmy mengakui, salah satu dasar pemberhentian dirinya yakni, mengenai pembelian hak siar siaran langsung Liga Inggris yang dinilai tidak tertib administrasi. Menurut Helmy, pembelian hak siar Liga Inggris bertujuan agar TVRI memiliki sebuah konten yang membuat semua orang menonton TVRI.

"Semua stasiun di dunia tentu ingin memiliki sebuah program killer content atau lokomotif konten yang membuat orang menonton. TVRI karena kepercayaan orang, karena jangkauan kami lima kali lipat dari TV lain, akhirnya kami mendapatkan kerja sama dengan Mola TV untuk menayangkan Liga Inggris, " jelas Helmy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement