Selasa 21 Jan 2020 18:51 WIB

Satu Anggota Dewas TVRI Ini Menolak Keputusan Helmy Dipecat

Supra Wimbarti berbeda pendapat dengan Dewas TVRI soal pemecatan Helmy Yahya.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Anggota Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik TVRI Supra Wimbarti bersiap mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (21/1/2020).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Anggota Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik TVRI Supra Wimbarti bersiap mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (21/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengawas (Dewas) TVRI telah resmi memecat Helmy Yahya dari jabatan direktur utama TVRI. Namun, ada satu anggota Dewas TVRI, yakni Supra Wimbarti yang menolak keputusan pemecatan itu.

Pada rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR hari ini, Supra menyampaikan pendapatnya mengapat ia menolak Helmy dipecat. Ia menilai, seluruh alasan yang disampaikan Dewas TVRI lainnya hingga berujung pemecatan Helmy kurang bijak.

Baca Juga

"Perlu saya sampaikan dari lima dewas mungkin saya yang paling aneh. Karena saya satu satunya anggota dewas yang melakukan dissenting opinion. Ada alasan tertentu," kata Supra dalam rapat yang digelar di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (21/1).

Supra menilai, seharusnya Dewas TVRI menggali lebih lanjut poin-poin pembelaan yang disampaikan Helmy terkait pemecatannya. Ia meminta, Dewas TVRI memecat Helmy Yahya tak sekadar berdasar asumsi.

"Saya tidak ada maksud membela Helmy, tapi jernih daripada hasil rapat yang kami lakukan, pembelaan dari Helmy satu per satu saya challenge, mana buktinya, mana notulen rapatnya. Sampai saat ini saya belum mendapatkan hal-hal yang disampaikan dalam rapat kami," kata dia.

Supra menjelaskan, soal dana honor sebanyak Rp 27 miliar yang belum dibayarkan, maka Supra pun memilih menelusuri dan mengidentifikasi pada Direktur Keuangan. Ia menilai, Dewas VRI harus mengelaborasi alasan keterlambatan pembayaran honor tersebut.

Supra juga menganulir pernyataan empat dewas lainnya yang memprotes Liga Inggris. Supra menilai, Liga Inggris merupakan merupakan monster program atau killer program, di mana TV lain tak berhasil membelinya. Ia menyebut banyak TV swasta yang ingin membeli tapi tidak memiliki cukup banyak uang.

"Di situlah peran dari saudara Helmy Yahya bagaimana harga itu bisa sangat turun, itulah sebabnya saya mem-propose mbok digali lagi oleh Dewas," ujar dia.

Dewas TVRI lain beranggapan, Liga Inggris akan menyebabkan potensi gagal bayar dan utang bagi TV publik itu. Namun, menurut Supra, berdasarkan keterangan, direksi dan Helmy, Liga Inggris tidak akan menimbulkan gagal bayar dengan negosiasi tertentu.

"Saya tidak bisa menceritakan karena saya bukan pembela mereka, tapi menurut saya itu harus di-explore lebih lanjut oleh dewas, sebetulnya bagaimana," ujar dia.

photo
Ketua Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik TVRI Arief Hidayat (tengah) bersama anggota Made Ayu Dwie Mahenny (kiri), Maryuni Kabul Budiono (kedua kiri), Pamungkas Trishadiatmoko (kedua kanan) dan Supra Wimbarti (kanan) bersiap mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (21/1/2020).

Kemudian, Supra pun menyangkal keberatan Dewas TVRI soal Kuis Siapa Berani. Dewas lain menyebut kuis tersebut sudah mencapai 200 episode. Namun, Supra menyebut, kuis tersebut baru sampai 56 episode.

"Ini kan menandakan bahwa masih ada miskomunikasi antara dewas dan dirut yang saya propose itu digali lagi sebelum ada keputusan akhir," ujar Supra.

Supra meminta anggota Dewas TVRI yang lain untuk melakukan musyawarah dengan Helmy Yahya soal tudingan yang dialamatkan. Namun sayangnya, pada rapat terakhir Dewas TVRI, usulan Supra ditolak oleh empat anggota dewas lainnya.

"Diperlukan hearing atau dengar pendapat dengan mengundang bapak Helmy Yahya untuk memperjelas pembelaan yang telah disampaikan. Kalau dirasa masih banyak info yang belum terlihat menurut saya harus dikonfrontir lalu buktinya mana. Saya pribadi tidak suka bekerja dengan asumsi," kata Supra menegaskan.

Menyoal Liga Inggris, anggota Dewas TVRI Pamungkas Trishadiatmoko memaparkan, tidak ada skema pembayaran yang jelas dalam pembayaran hak siar Liga Inggris oleh TVRI. Di samping itu, skema iklan hingga penempatan logo Mola TV pada tayangan Liga Inggris juga ia persoalkan.

"Kami konfirmasi, tidak ada surat permintaan resmi kepada dewas mengenai program multyyears, bagaimana cara membayarnya, apakah ini sebuah kelalaian ketidakcakapan atau kesengajaan," kata Pamungkas di Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/1)

Lebih lanjut, Pamungkas menuding penayangan Liga Inggris itu berimbas pada terhambatnya dana dan program berita. Akibatnya, kata dia, acara tidak terselenggaranya secara maksimal.

"Karena sampai  Juli dana (berita) sudah habis. Artinya sebagai TV publik, kami harus memberikan hak info publik, tayangan yang baik, tayangan yang mendidik, yang membangun wawasan kebudyaan. Ini menjadikan mengurangi nilai-nilai hak publik," ujar dia.

Keterangan yang disampaikan Dewas tidak sepenuhnya diterima oleh Komisi I DPR RI yang dalam rapat itu dipimpin oleh Abdul Kharis Almasyhari dari Fraksi PKS. Terlebih, Supra menyampaikan pendapat yang berbeda.

Di akhir rapat, Komisi I pun menyatakan telah mendengar keterangan tersebut. Kemudian, akan mendengarkan pula keterangan lebih lanjut dari Helmy Yahya terkait kemelut di TVRI tersebut.

Dalam keterangan persnya pekan lalu, Helmy mengakui, salah satu dasar pemberhentian dirinya yakni, mengenai pembelian hak siar siaran langsung Liga Inggris yang dinilai tidak tertib administrasi. Menurut Helmy, pembelian hak siar Liga Inggris bertujuan agar TVRI memiliki sebuah konten yang membuat semua orang menonton TVRI.

"Semua stasiun di dunia tentu ingin memiliki sebuah program killer content atau lokomotif konten yang membuat orang menonton. TVRI karena kepercayaan orang, karena jangkauan kami lima kali lipat dari TV lain, akhirnya kami mendapatkan kerja sama dengan Mola TV untuk menayangkan Liga Inggris, " jelas Helmy.

photo
Direktur Utama LPP TVRI nonaktif Helmy Yahya menunjukkan surat pemberhentian dari jabatannya oleh Dewan Pengawas LPP TVRI saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Jumat (17/1/2020).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement