Rabu 16 Oct 2019 08:46 WIB

Pemerintah Tetap Membutuhkan Oposisi

Secara resmi, Prabowo belum memutuskan akan bergabung ke dalam pemerintahan.

Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK)
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) berharap penyusunan kabinet dan koalisi di pemerintahan baru nanti memperhatikan asas pengawasan pemerintahan. Menurut JK, harus ada pengawasan dan keseimbangan atau checks and balances supaya ada kontrol kekuasaan di pemerintah.

"Suatu pemerintahan yang efektif itu harus ada checks and balances, jadi walaupun (koalisi) kecil itu tetap ada checks and balances," kata Wapres JK setelah mengunjungi pembangunan kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Depok, Jawa Barat, Selasa (15/10).

Baca Juga

Wapres menekankan, dirinya tidak memiliki wewenang dalam menentukan susunan kabinet baru. Pemilihan menteri baru dalam Kabinet Kerja Jilid II merupakan tugas Presiden Joko Widodo dan wapres terpilih KH Ma'ruf Amin.

"Kalau koalisi, saya tidak tahu karena saya juga tentu tidak terlibat lagi, itu urusan Presiden dan wapres baru dalam membangun koalisi yang cocok untuk lima tahun ke depan dan untuk persatuan," katanya.

Koalisi baru Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf diprediksi akan makin gemuk dengan rencana bergabungnya beberapa partai oposisi setelah pertemuan Presiden Jokowi dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto beberapa waktu lalu.

Terkait dengan sinyal bergabungnya dua partai tersebut, Wapres mengatakan, pemerintah tetap memerlukan oposisi yang berfungsi sebagai pengendali kekuasaan. "Masih ada PKS. Tunggu saja deh, saya tidak ingin memberikan komentar banyak soal koalisi, soalnya saya tidak dalam arus itu," ujarnya.

Sebelumnya, usai bertemu Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di Jakarta, Ahad (13/10), Prabowo mengatakan, Partai Gerindra akan mengutamakan kepentingan nasional terkait dengan peluang bergabung dengan Pemerintahan Jokowi ke depan.

"Jadi, saya sudah katakan berkali-kali, saya sudah tegas, mengutamakan kepentingan nasional. Apa saja yang bisa memperkuat, mendukung Indonesia yang kuat, kepentingan nasional yang baik untuk rakyat kita dukung," kata dia.

Sementara itu, Prabowo Subianto disebut sudah menemui pimpinan PKS, sebelum bersafari menemui pimpinan parpol koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf. "Itu memang sudah direncanakan Pak Prabowo setelah bertemu sebelumnya tanpa publikasi dengan PKS," kata Juru Bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak, saat dikonfirmasi, Selasa (15/10).

photo
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto usai melakukan pertemuan di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Selasa (15/10).

Menurut Dahnil, lawatan politik Prabowo ke Jokowi hingga pimpinan partai pendukung pemerintahan pun belum menghasilkan keputusan politik terkait sikap politik Gerindra. "Secara resmi Pak Prabowo sampai detik ini belum memutuskan akan bergabung ke dalam pemerintahan atau berada di luar pemerintahan alias menjadi mitra kritis," ujar Dahnil.

Ia mengklaim, tidak ada permintaan dari Jokowi ataupun partai pendukungnya soal jabatan menteri. Sebaiknya, ia juga mengklaim Prabowo tidak mengajukan nama menteri agar dimasukkan dalam formasi kabinet Jokowi lima tahun ke depan.

Menurut Dahnil, yang disampaikan Prabowo adalah gagasan Gerindra tentang konsep menekan perekonomian ekonomi. "Yang disampaikan Pak Prabowo kepada Pak Jokowi dan tokoh koalisi partai Pak Jokowi adalah konsepsi Big Push Economy, atau strategi ekonomi dorongan besar untuk menghadapi masalah peliknya pembangunan ekonomi lima tahun ke depan," ujar dia.

PKS yang menjadi koalisi Prabowo di kontestasi Pemilu 2019 pun menyatakan tak keberatan dengan safari Prabowo. PKS, yang sedari awal menyatakan untuk oposisi, akan tetap dalam posisinya. “Menjadi oposisi bukan masalah jumlah, melainkan masalah kesebangunan dengan aspirasi rakyat. Kian sesuai dan memperjuangkan aspirasi rakyat kian kuat," kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera.

Mardani mengatakan, PKS menjadi oposisi bertujuan untuk menjaga demokrasi tetap sehat. Ia mengakui, harapan PKS sedari awal memang agar partai pendukung Prabowo-Sandi tetap beroposisi.

Namun, seiring berjalannya waktu, Gerindra dan Demokrat ternyata makin dekat dengan koalisi. PKS menyatakan, menghormati keputusan tersebut. PKS menilai, itu menjadi hak parpol.

"Tiap-tiap partai punya strategi dan pertimbangan masing-masing. Jadi, Gerindra dan Demokrat punya hak untuk memutuskan bergabung dengan Pak Jokowi atau bertahan di oposisi," ujar Mardani. n antara/arif satrio nugroho ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement